Sistem Birokrasi Rusak Picu Korupsi di Daerah



Peran Serta Dan Hak Masyarakat

OPINI OLEH :ZULKIFLI
Didalam proses pembangunan yang telah diimplementasikan kedalam undang-undang dan peraturan pemerintah untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik, bersih dan berwibawa.

Masyarakat selaku penyumbang anggaran terbesar bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui pajak dan retribusi yang akan digunakan untuk pembangunan sudah semestinya juga dilibatkan dalam pengawasan. Bahwasanya masyarakat memiliki hak berperan dalam semua kebijakan publik dan bukan hanya berposisi sebagai pengguna atau objek belaka, masyarakat juga berhak dalam proses pengambilan kebijakan publik dan diposisikan sebagai pemangku kepentingan yang dimintai pendapat, dalam rangka untuk mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik transparan, efektip, efisien, dan akuntabel, demokratis serta dapat dipertanggungjawabkan.
Di dalam Undang-Undang Dasar 1945 dikatakan ‘kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar’ (Bab I pasal 1 ) dan juga, ‘setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat bangsa dan negara’ (UUD 1945 pasal 28C). Sebagaimana juga dalam beberapa undang-undang dan peraturan pemerintah yang telah dikukuhkan partisipasi dan peran serta masyarakat selalu mendapat tempat sebagai fungsi pengawasan dan kontrol dalam proses pembangunan seperti dalam bidang pendidikan, jasa konstruksi, hak asasi manusia dll, dalam rangka turut serta berperan untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik, tentunya diperlukan pengelolaan dan penyedian pelayanan publik yang transparan, akuntabel dan bebas dari kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN).
Menurut Peraturan Pemerintah No 68 Tahun 1999 peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan negara untuk mewujudkan penyelenggaraan negara yang bersih dilaksanakan dalam bentuk hak mencari, memperoleh dan memberikan informasi mengenai penyelenggaraan negara, hak memperoleh pelayanan yang sama dan adil, hak menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggung jawab terhadap kebijakan penyelenggaraan negara (Bab II Pasal 2 butir a, b, dan c). sebagaimana pula di dalam UU RI No 28 tahun 1999, peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan negara merupakan hak dan tanggung jawab masyarakat untuk ikut mewujudkan penyelenggaraan negara yang bersih (Bab VI pasal 8 ayat 1).
Peran serta masyarakat menjadi penting sebab masyarakat harus mengetahui secara pasti kemana sumbangan mereka melalui pajak dan retribusi digunakan oleh pemerintah selaku pengelola keuangan. Dalam hal peran serta masyarakat membantu upaya pencegahan tindak pidana korupsi juga dituangkan dalam pasal 41 dan 42 UU RI no 31/1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, yang diwujudkan dalam bentuk hak mencari, memperoleh dan memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi, sebagaimana telah diimplementasikan kedalam PP 71 tahun 2000 yang merupakan peraturan pelaksanaan dari pasal 41 dan 42 UU No 31/1999 tentang tata cara pelaksanaan peran serta masyarakat dan pemberian penghargaan dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi. Yang mana hal-hal tersebut untuk menuju dan mewujudkan pemerintah yang bersih bebas dari KKN serta berkeadilan, menuju terciptanya transparansi dan akuntabilitas pertanggungjawaban pengelolaan keuangan negara/daerah dalam menciptakan good governance. Untuk mewujudkan dan menuju hal tersebut maka, Selain peran pemerintah selaku organisasi
Penyedia pelayanan publik, lembaga pengawas, legislatif dan institusi hukum sejatinya juga tidak bisa lepas dari peran serta masyarakat terlibat dalam kebijakan publik dan pengawasan sebab masyarakat selaku penyumbang anggaran terbesar bagi PAD lewat pajak dan retribusi untuk pembangunan yang telah, sedang dan akan dilaksanakan, bukankah hal tersebut adalah sebuah hal yang sangat urgen dan substansial bagi pemerintahan yang berdasarkan asas hukum dan demokrasi.

(sumber: dari beberapa referensi)

Penulis adalah :
Koordinator PP Badan Pekerja
Forum Masyarakat Transparansi
(FORMASI) Kapuas-Kalteng
Email : zulkifli@journalist.com

Transparansi Pilar Reformasi

TAJUK

Transparansi Pilar Reformasi

Kebebasan mencari dan memperoleh informasi merupakan salah satu hak asasi manusia (HAM) yang diakui secara universal dalam suatu perangkat hukum internasional sebagaimana tertuang dalam universal declaration of human rights, sebagaimana juga di dalam Undang-Undang Dasar negara kita hak memperoleh informasi merupakan sesuatu yang esensial.

Menurut Amir Sar Manihuruk peneliti madya bidang komunikasi dan media badan litbang SDM Depkominfo RI, negara kita sedang memperjuangkan pilar reformasi yaitu: demokrasi, supremasi hukum, peningkatan kualitas implementasi HAM, transparansi dan akuntabilitas kinerja penyelenggara negara.

Diberlakukannya Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik (UU 14/2008) sejak 30 April 2010 lalu, merupakan dasar hukum pemberian hak kepada masyarakat dalam memperoleh informasi publik. Keterbukaan informasi publik (KIP) sebagai tuntuntan perkembangan untuk meningkatkan partisipasi rakyat dalam masalah-masalah kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan. Dengan demikian masyarakat mempunyai hak memperoleh informasi, dengan informasi masyarakat akan mempunyai ragam pengetahuan, sedangkan pengetahuan itu sendiri sangat kuat untuk memutus mata rantai kebodohan dan kemiskinan.

KIP mendorong perwujudan pemerintahan yang baik dan bersih bebas dari KKN, KIP mendorong untuk merubah paradigma lama kecendrungan birokrasi yang tertutup menuju paradigma baru transparansi birokrasi.

Koran Publikasi yang kami sajikan lahir dan hadir sebagai media informasi menyambut dengan suka cita lahirnya UU KIP yang merupakan sebuah era transparansi sebagai pilar reformasi. Sebab UU KIP akan memberikan dampak positif bagi lembaga pers, pers menjadi lebih mudah untuk mengakses informasi dari instansi pemerintah dan badan publik lainnya yang diperlukan masyarakat sehingga komunikasi pemerintah dan publik dapat lebih efektif.

Untuk mengaplikasikan undang-undang ini tentu bukan hal yang mudah dan butuh waktu yang lama untuk penerapannya. Setelah era kebebasan pers yang dimulai dengan lahirnya UU 40/1999 tentang pers, kini dengan UU KIP maka reformasi informasi publik dimulai.- (REDAKSI)

“Wakil Rakyat Akuntabilitas dan Kredibilitas”

opini oleh zulkifli

Berdasarkan UU No. 22/2003 tentang Susduk MPR, DPD dan DPRD dan UU 32/2004 tentang Pemerintahan daerah disana telah ditegaskan bahwa anggota DPRD dilarang melakukan pekerjaan sebagai Pejabat Struktural pada lembaga pendidikan swasta, akuntan publik, konsultan, advokat/pengacara, Notaris dokter praktik dan pekerjaan profesi lain yang ada hubungannya dengan tugas dan wewenang dan hak anggota DPRD.
Walaupun tidak secara eksplisit dan terang menyebutkan larangan, namun dalam kerangka etik, untuk menjaga kredibilitas dan akuntabilitas maka wakil rakyat sepantasnya tidak menjadi broker atau makelar proyek atas RAPBD yang sudah dibahas kemudian disyahkan, bahwasannya pencaloan proyek yang dilakukan oknum wakil rakyat merupakan bentuk “penghianatan” kepada kepercayaan rakyat yang telah memilihnya.
Menilik kedalam UU 31/1999 tentang Tindak Pidana Korupsi secara tegas melarang siapapun yang menguntungkan diri sendiri ataupun juga orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dengan ancaman pidana 20 tahun penjara.
Sejatinya anggota DPRD adalah wakil-wakil rakyat yang harus mengembang amanat dari rakyat dan tupoksinya adalah melakukan pengawasan anggaran, legislasi dan pembuat peraturan. DPRD yang dihasilkan lewat pemilu legislatif harus memposisikan diri sebagai pengawas pengontrol dan mitranya eksekutif. Untuk menjaga posisi netral dan independensi setiap anggota dewan hendaknya tidak terlibat dan atau bermain proyek baik sevara langsung ataupun tidak langsung, dengan kata lain jangan menggunakan kekuasaan dan jabatan yang melekat untuk mendapatkan dan berperan sebagai makelar proyek. Sebaliknya fungsi sebagai kontrol dan mengkritisi setiap proyek yang bermasalah tanpa tebang pilih itulah hal yang harus dilakukan para wakil rakyat tersebut. Sudah seharusnya juga anggota dewan untuk selalu memperhatikan kepentingan masyarakat secara umum sebagaimana visi misi dan janji-janji politik saat minta dipilih oleh masyarakat. Yang dinanti masyarakat adalah bukti dan tindakan nyata para wakil rakyat, tidak perlu banyak komentar berpihaknya kepada masyarakat. Skala prioritas untuk masyarakat harus di kedepankan seperti pembangunan infrastruktur, pengentasan kemiskinan pengangguran juga dunia pendidikan dan kesehatan.
Masyarakat selalu berharap wakil-wakilnya menampung serta menyalurkan aspirasi apa yang menjadi hak-haknya masyarakat secara umum sebab anggota dewan sudah menerima gaji besar dan fasilitas yang bersumber dari dana /uang rakyat. Maka dibutuhkan moral dan hati nurani oleh para wakil rakyat itu untuk berbuat dengan sebenarnya menjalankan hak dan kewajiban tugas fungsinya sebagai legislatif. Sesuai kode etiknya setiap anggota dewan yang terhormat diwajibkan menjaga kehormatan dari hal-hal yang tercela seperti judi, skandal, dan narkoba selain kewajiban Badan Kehormatan yang ada dalam tubuh DPRD itu sendiri, semua elemen di masyarakat seperti Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Ormas, Tokoh Agama, tokoh publik dan elemen lainnya untuk selalu mengingatkan agar para anggota dewan bekerja sesuai tugas dan fungsinya dengan benar sebagaimana mestinya. Agar program-program yang telah dibukukan dalam APBD aspiratif terhadap masyarakat, bukan sebaliknya menjadi program yang menguntungkan atau sebagai titipan pihak tertentu.