Sistem Birokrasi Rusak Picu Korupsi di Daerah



sang maestro puisi

Puisi-puisi Cinta Chairil yang Menggetarkan


Oleh
Tjahjono Widarmanto

Memperbincangkan kesusastraan Indonesia, mustahil tanpa menyebut sosok Chairil Anwar. Namanya menjadi bagian tak terpisahkan bagi terbentuknya identitas kesusastraan Indonesia, khususnya identitas sastra puisi Indonesia. Sampai sekarang namanya menjadi mitos dan paling banyak diperbincangkan dalam khazanah sastra Indonesia.
Ialah yang dianggap meletakkan dasar perpuisian modern Indonesia, yang mengembangkan estetika Indonesia modern dengan bentuk yang ekspresif, liar, berani, dan tak beraturan.
Membicarakan puisi-puisi Chairil Anwar, orang akan mempertautkan dengan vitalitas, ego, dan spirit individualis dalam diri Chairil yang memang tersirat dalam banyak sajaknya (bahkan cara hidupnya). Hal itu memang telah menjadi pilihan konsep estetika Chairil, seperti yang diteriakkannya dalam pidatonya:
…Vitalitas adalah sesuatu yang tak bisa dielakkan dalam mencapai suatu keindahan. Dalam seni; vitalitas itu Chaotischvoorstadium, keindahan kosmich eindstadium…
(Pidato Chairil 7 Juli 1943). Karena kredonya itu tak heran puisi-puisinya meneriakkan reaksioner, heroik, sangat individualis, bahkan revolusioner. Hal ini tergambar jelas dalam puisi-puisi ”Persetujuan dengan Bung Karno”, ”1943”, ”Semangat”, ”Siap Sedia”, dan masih banyak lagi. Bahkan, ia tak segan-segan mengumumkan dirinya sendiri dengan lantang sebagai ”binatang jalang” dalam sejaknya yang paling populer, ”Aku”.
Sungguhpun demikian, seliar-liarnya, Chairil tetaplah seorang seniman yang tak luput dari perasaan romantisme, bahkan sentimentil saat ia terlibat dengan urusan wanita dan cinta. Kehidupan Chairil memang banyak diwarnai dengan nama-nama wanita; ada yang memang dipacarinya, ada yang ditaksirnya tapi tak terbalas sehingga ia patah hati, ada pula yang sangat mencintai dan dicintainya tapi tak pernah sampai pada perkawinan.
Wanita-wanita itu dan ”pengalamannya” dengan wanita-wanita itu menjadi sumber inspirasinya bahkan nama-namanya secara tersurat hadir dalam puisi-puisinya, seperti nama-nama Karinah Moordjono, Sumirat, Dien Tamaela, Sri Aryati, Gadis Rasid, Ina Mia, Ida, Sri, dan Nyonya.
Saat bersentuhan dengan persoalan cinta dan wanita ini, Chairil Anwar bisa menjelma menjadi sosok yang amat halus dan romantis. Perasaan cinta digambarkannya dengan aksentuasi lembut dan bersahaja, seperti pada puisi yang dipersembahkannya pada Gadis Rasid:

Buat Gadis Rasid

Antara
Daun-daun hijau
Padang lapang dan terang
Anak-anak kecil tidak bersalah, baru bisa lari-larian
Burung-burung merdu
Hujan segar dan menyembur
………………..

Kita terapit, cintaku
—-mengecil diri, kadang bisa mengisar setapak—-
Mari kita lepas, kita lepas jiwa mencari jadi merpati
Terbang
Mengenali gurun, sonder ketemu, sonder mendarat
—-the only possible non-stop flight
tidak mendapat

Dalam puisi di atas dengan amat lembut Chairil bertutur perasaan hatinya yang tercepit cinta. Hampir tidak ada kata-kata yang bombas dan ekspresif, seolah-olah hanya gumaman cinta yang mendesak di dada. Pada puisi ”Puncak”, romantisme cinta Chairil memuncak dan diucapkannya dengan terus-terang:

………..kita berbaring bulat telanjang
sehabis apa terucap di kelam tadi, kita habis kata sekarang
………..
Maka cintaku sayang, kucoba menjabat tanganmu
Mendekap wajahmu yang asing, meraih bibirmu di baalik rupa
Kau terlompat dari ranjang, lari ke tingkap yang
Masih mengandung kabut, dan kau lihat di sana……..

Saat Chairil mengalami patah hati, ia pun berubah menjadi sosok sendu yang sentimentil. Seperti yang tergambar dalam puisinya ”Senja di Pelabuhan Kecil” berikut ini:

Senja di Pelabuhan Kecil
(buat Sri Aryati)

Ini kali tiada yang mencari cinta
Di antara gudang, rumah tua, pada cerita
Tiang serta temali. Kapal,perahu tiada berlaut
Gerimis mempercepat kelam.
Ada juga kelepak elang
Menyinggung muram, desir hari lari berenang
Menemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak
Dan kini tanah dan air tidur hilang ombak
Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan
Menyusur semenanjung, masih pengap harap
Sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan
Dari pantai keempat, sendu penghabisan bisa berdekap

Kemuraman Chairil akibat patah hati amat terasa dalam puisi ini. Diksi-diksi:
gudang, rumah tua, kapal perahu tiada berlaut. Gerimis mempercepat kelam, muram, air tidur hilang ombak, aku sendiri, pengap harap, selamat jalan, sendu penghabisan.
Merupakan komposisi yang sedemikian rupa disusun untuk menggambarkan suasana hati yang muram dan patah. Segalanya jauh dari kata bombastis yang meledak-ledak.
Namun, tak seluruhnya Chairil menggambarkan pesona wanita dan cinta dengan romantisme yang teduh dan halus. Kadang-kadang melompat kenakalan dan keliarannya dalam melukiskan keberadaan wanita, bahkan dengan cara yang mengejutkan dan kurang ajar, seperti terdapat pada penggalan puisinya yang berjudul ”Kepada Kawan” di bawah ini:

…….
Jadi
Isi gelas sepenuhnya lantas kosongkan,
Tembus jelajah dunia ini dan balikkan
Peluk kecup perempuan, tinggalkan kalau merayu
Pilih kuda paling liar, pacu laju
Jangan tambatkan pada siang dan malam

Kenakalan dan keliaran semacam itu juga muncul saat Chairil menggambarkan perasaan dan hasrat birahi yang menggebu-gebu, yang diungkapkannya secara terus terang:

Lagu Biasa

Di teras rumah makan kami kini berhadapan
Baru berkenalan. Cuma berpandangan
Sungguhpun samudera jiwa sudah selam berselam
Masih saja berpandangan
………..
Ia mengerling. Ia ketawa
Dan rumput kering terus menyala
Ia berkata. Suaranya nyaring tinggi
Darahku terhenti berlari
Ketika orkes memulai Ave Maria
Kuseret ia ke sana…….

Keterusterangan yang gamblang dalam menggambarkan hasrat seksual semacam di atas, juga muncul dalam puisi-puisinya yang lain, seperti pada ”Tuti Artic”:
…../Kau pintar benar bercium, ada goresan tinggal terasa/…ketika kita bersepeda kuantar kau pulang…/panas darahmu, sungguh lekas kau jadi dara/.
Di antara puisi-puisi Chairil yang bersinggungan dengan wanita dan cinta seperti di atas, ada dua buah puisi cinta Chairil yang sangat menggetarkan hati dan paling terindah yang dipersembahkannya untuk seorang gadis yang bernama Sumirat. Konon gadis ini adalah gadis yang paling mencintai dan dicintai. Namun sayang keluarga Sumirat, yang tinggal di Paron, sebuah desa kecil di Ngawi, tak menghendaki Chairil jadi menantunya.
Salah satu puisi itu berjudul ”Mirat Muda, Chairil Muda” yang ditulis Chairil pada tahun kematiannya yang disebut-sebut sebagai penggambaran seksualitas dalam kedekatannya dengan maut, yang berarti juga seksualitas sebagai dorongan daya hidup yang terus menyala sampai maut merenggut. Inilah puisi itu selengkapnya:
Mirat Muda, Chairil Muda

Dialah, Miratlah, ketika mereka rebah,
Menatap lama ke dalam pandangnya
Coba memisah matanya menantang
Yang satu tajam dan jujur yang sebelah
Ketawa diadukannya giginya pada
Mulut Chairil; dan bertanya: Adakah, adakah
Kau selalu mesra dan aku bagimu indah?
Mirat raba urut Chairil, raba dada
Dan tahukah di kini, bisa katakan
Dan tunjukkan dengan pasti di mana
Menghidup jiwa, menghembus nyawa
Liang jiwa-jiwa saling berganti. Dia
Rapatkan
Dirinya pada Chairil makin sehati;
Hilang secepuh segan, hilang secepuh cemas
Hiduplah Mirat dan Chairil dengan deras,
Menuntut tinggi tidak setapak berjarak
Dengan mati.

Dalam puisi di atas tampak sekali cinta yang dalam pada diri Chairil pada Sumirat, gadis yang dikaguminya itu. Dan bagi Chairil, Sumirat menjadi semangat pendorong cita-citanya untuk terus berkarya; seperti tertulis pada suratnya untuk HB Jassin pada bulan Maret 1944: ”Orang selalu saja salah sangka, tapi mereka akan menyesal di hari kemudian, karena aku akan sanggup membuktikan bahwa karya-karyaku ini bermutu dan berharga tinggi. Jangan kita putus asa Mirat, aku akan terus berjuang untuk memberi bukti”.
Cinta Chairil dan Mirat memang abadi dalam sajak, tapi mereka tak pernah berhasil menikah. Chairil juga berhasil membuktikan kepada Mirat bahwa karya-karya bermutu dan berharga tinggi. Mirat atau Sumirat yang berpisah karena perang kemerdekaan, akhirnya mendengar semuanya tentang bagaimana ia beristri, punya anak, dan mati muda, juga bagaimana namanya menjadi besar, menjadi mitos. Dan, Sumirat, gadis yang pernah dicintai dan mencintai Chairil habis-habisan itu bertutur (Intisari; Juni 1971):
…Kini Cril tiada lagi. Cril, penyair yang sepanjang hidupku kukagumi dan kudambakan, sebagai seorang penyair besar dari zamannya. Dia benar, Cril membuktikan dirinya orang besar, seperti selalu dikatakannya kepadaku. Dia meninggalkan seorang istri dan anak perempuan. Ingin aku bisa menjumpai mereka, bagaimanapun aku pernah mengenal baik dengan almarhum”.
Puisinya yang lain, yang juga dipersembahkan buat Sumirat sangat menampakkan romantisme, harapan, dan sanjungan yang luar biasa dan menggetarkan dari gelombang jiwa seorang Chairil. Puisi ini boleh dikatakan paling romantis, paling indah dan mewakili estetika yang lain. Estetika yang romantis, indah, lembut, dan menggetarkan ini menyajikan warna yang lain di samping warna puisi Chairil yang meledak-ledak; liar, dan ekspresif; yang melengkapi kedahsyatan kepenyairan Chairil Anwar. Saya kutipkan puisi itu untuk mengakhiri tulisan ini:

Sajak Putih
Buat tunanganku Mirat

Bersandar pada tari warna pelangi
Kau depanku bertudung sutra senja
Di hitam matamu kembang mawar dan melati
Harum rambutmu mengalun bergelut senda
Sepi menyanyi, malam dalam mendoa tiba
Meriak muka air kolam jiwa
Dan dalam dadaku memerdu lagu
Menarik menari seluruh aku
Hidup dari hidupku, pintu terbuka
Selama matamu bagimu menengadah
Selama kau darah mengalir dari luka
Antara kita mati datang tidak membelah……
Buat Miratku, Ratuku! Kubentuk dunia sendiri
Dan kuberi jiwa segala yang dikira orang mati di alam ini!
Kecuplah aku terus, kecuplah
Dan semburkanlah tenaga dan hidup dalam tubuhku….***

Penulis adalah penyair yang tinggal di Ngawi.








Copyright © Sinar Harapan 2003

siapakah zulkifli

SEORANG NABI
Nabi Zulkifli, anak Nabi Ayub a.s. Nama sebenarnya Basyar bin Ayub AS bin Amose bin Tarekh bin Rum bin Ish bin Ish bin Ishaq AS bin Ibrahim AS, tetapi diberi gelaran Zulkifli kerana beliau seorang saja yang tampil untuk menyatakan kesanggupan melaksanakan amanah raja di negerinya itu

Zulkifli bermaksud sanggup menjalankan amanah raja. Menurut cerita, raja di negeri itu sudah lanjut usia dan ingin mengundurkan diri daripada menjadi pemerintah, tetapi beliau tidak mempunyai anak.

Justeru, raja itu berkata di khalayak ramai:"Wahai rakyatku! Siapakah antara kamu yang sanggup berpuasa pada waktu siang dan beribadah pada waktu malam. Selain itu, sentiasa bersabar ketika menghadapi urusan, maka akan aku serahkan kerajaan ini kepadanya."

Tiada seorang pun menyahut tawaran raja itu. Sekali lagi raja berkata:"Siapakah antara kamu yang sanggup berpuasa pada waktu siang dan beribadah pada malamnya serta sanggup bersabar?"

Sejurus itu, Basyar dengan suara yang lantang menyatakan kesanggupannya. Dengan keberanian dan kesanggupan Basyar melaksanakan amanah itu beliau diberi gelaran Zulkifli.

Baginda juga adalah nabi yang cukup sabar seperti firman Allah, bermaksud: "Ismail, Idris dan Zulkifli adalah orang yang sabar dan Kami beri rahmat kepada semua kerana mereka orang yang suka bersabar."

Kemudian Zulkifli menggantikan raja yang sudah tua itu. Pada waktu siang beliau berpuasa, tetapi tidak pernah melupakan urusan pemerintahan, malah melayani rakyatnya dengan baik. Pada waktu malam, beliau memanfaatkannya dengan beribadah kepada Allah.

Satu hari, syaitan yang menyerupai manusia datang kepadanya ketika beliau tidur. Kedatangan tetamu (syaitan) itu kononnya untuk menyelesaikan urusan dengan raja (Zulkifli), tetapi tujuan sebenar mahu menggoda.

Kedatangannya disambut wakil Zulkifli kerana waktu itu beliau mahu tidur. Tetapi tetamu itu tidak mahu disambut wakilnya, lalu didesak supaya terus dapat berjumpa dengan beliau. Disebabkan tetamu itu tidak mahu beredar, malah meminta urusannya diselesaikan segera, Zulkifli keluar menemuinya. Selesai urusan itu, tetamu berkenaan terus beredar. Zulkifli baru menyedari tetamu itu adalah syaitan yang mahu menggodanya. Walaupun mengetahui tetamu itu syaitan, beliau tidak marah, malah tetap bersabar.

Satu hari berlaku pula peperangan di negeri itu membabitkan orang yang derhaka kepada Allah. Raja Zulkifli memerintahkan rakyatnya supaya menghadapi tentangan orang derhaka itu, tetapi dibantah.

Rakyatnya berkata: "Wahai raja, kami takut berperang kerana kami masih mahu hidup. Jika kamu minta kepada Allah untuk menjamin hidup kami, baru kami mahu berperang."

Mendengar perkataan rakyatnya itu, Zulkifli berdoa: "Ya Allah, aku menyampaikan risalah Tuhan kepada mereka, menyuruh mereka berperang, tetapi mereka mempunyai permintaan. Sesungguhnya Allah mengetahui permintaan mereka."

Tidak lama selepas itu, Allah menurunkan wahyu: "Wahai Zulkifli, Aku (Allah) telah mengetahui permintaan mereka dan Aku mendengar doamu. Semuanya Aku akan kabulkan."

Nabi Zulkifli digolongkan dalam al-Quran sebagai orang yang sabar dan soleh. Firman Allah bermaksud: "Dan ingatlah akan Ismail, Nabi Ilyasa' a.s. dan Zulkifli. Semuanya orang yang paling baik."

POLITIKUS

Siapa Zulkifli Noordin dalam Pakatan
Zulkifli Noordin adalah seorang politikus yang hebat dan sensasi. Setiap tindakannya menjadi perhatian, kata katanya ada nilai berita terutama berita utama di media media penjilat bangsa Umno.

Aset YB Zulkifli Noordin adalah tegas dengan pendiriannya. Tanpa mengira siapa dan apa yang menghalang, ia tetap tegas dan tidak berkompromi walau setitik. Berpendirian tegas inilah membuatkan dia cukup popular dan diminati... sekurang kurangnya oleh majoriti bangsa Umno. Hanya Anwar saja yang kata dia ni dah melampaui batas.

Tapi sayang, Zulkifli Noordin dikatakan telah salah isi borang keahlian. Dia secara tak sengaja telah menjadi ahli PKR walaupun ramai yang kata Zulkifli ni sebenarnya Trojan horse bangsa Umno. Aku takut nak sound lebih lebih, tak pepasal aku pulak dikatakan firaun kecik.

Sesekali tengok Zul ni macam pendekar la, hebat. Apa taknya, Anwar suruh tarik balik report polis, dia buat tak heran langsung, malah ditempelaknya Anwar dengan mengatakan Anwar jenih berat sebelah. PKR arah tutup mulut sehingga kesnya selesai diadili, dia kata dia tak percaya parti yang mengamalkan kebebasan bersuara boleh buat camtu. Oi.. hang dok dalam Umno pun tak boleh buat huru hara camni. Kalau adapun dah lama depa cincang lumat. Ni kira hang bertuah la jugak, PKR pi terima. Stupid punya PKR...

"Saya tidak percaya ada arahan supaya tutup mulut secara umum kerana parti ini mengamalkan kebebasan menyuarakan pendapat," katanya.

"Kalau ada arahan begitu, itu bukan PKR".

Siapa Zulkifli Noordin sebenarnya dalam Pakatan Rakyat dan khasnya dalam PKR ni. Ini yang menjadi tanda tanya para pendokong Pakatan dimana mana jugak. Ada ka sesapa pimpinan tertinggi Pakatan yang boleh bagi jawapan segera pada rakyat. Ada ka sesapa dari pimpinan atasan PKR yang boleh agaknya meredakan kerisauan pengundi pengundi PR pada PRU ke12 yang lalu.

Aku sebagai rakyat biasa dah mula rasa semak. Tanda tanda Pakatan Rakyat akan menjadi pembangkang selama lamanya kini hampir menjadi kenyataan. Ini semua disebabkan oleh politikus yang hebat dan sensasi ini lah... yang tegas tak bertempat..

SEORANG PEJUANG


Kabinet Djuanda yang terbentuk pada tanggal 9 April 1957 dengan Perdana Menteri Ir Djuanda, ternyata belum sampai setahun menjabat, yaitu pada tanggal 15 Februari 1958 Kolonel Achmad Husein, di Padang, Sumatra Barat mendeklarasikan berdirinya Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) dengan mengangkat Sjafruddin Prawiranegara sebagai Perdana Menteri.[1]

Berdirinya PRRI ini telah disokong penuh oleh Abdul Kahar Muzakar dan Kaso A. Ghani dari Daerah Sulawesi Selatan, juga disokong oleh Daerah Militer Sulawesi Utara dan Tengah dibawah pimpinan Letnan Kolonel D.J. Somba yang menyatakan putus hubungan dengan Negara RI-Jawa-Yoga pada tanggal 17 Februari 1958, dimana gerakan Sulawesi Utara dan Tengah ini dikenal dengan nama Gerakan Piagam Perjuangan Semesta (Permesta)[2]. Piagam Perjuangan Semesta ini diproklamirkan pada tanggal 2 Maret 1957 di Makasar. Dimana sehari sebelumnya, 1 Maret 1957, Kolonel H.N. Ventje Sumual mengadakan pertemuan di kantor gobernur Makasar yang dihadiri oleh para tokoh militer dan sipil dan melahirkan Piagam Perjuangan Semesta (Permesta).

Proklamasi PRRI tanggal 15 Februari 1958 ini dilancarkan setelah diadakan rapat raksasa di Padang, Sumatra barat pada tanggal 10 Februari 1958, yang dihadiri oleh Letnan Kolonel Achmad Husein, Letnan Kolonel H.N. Ventje Sumual, Kolonel Simbolon, Kolonel Dachla n Djambek, Kolonel Zulkifli Lubis, Mohammad Natsir, Sjarif Usman, Burhanuddin Harahap, dan Sjafruddin Prawiranegara. Dimana dari hasil rapat raksasa di Padang, Sumatra Barat ini melahirkan 3 statemen yang menyatakan bahwa dalam waktu 4 x 24 jam Kabinet Djuanda menyerahkan mandat kepada Presiden atau Presiden mencabut mandat Kabinet Djuanda. Bahwa Presiden menugaskan Drs. Moh.Hatta dan Sultan Hamengkubuwono IX untuk membentuk Zaken Kabinet. Bahwa meminta kepada Presiden supaya kembali kepada kedudukannya sebagai Presiden konstitusional.

Tuntutan 3 statemen hasil rapat raksasa di Padang Sumatra Barat yang disampaikan kepada pihak Kabinet Djuanda dalam bentuk ultimatum, tetapi pihak Kabinet Djuanda menolak 3 statemen yang diajukan itu. Setelah ultimatum itu ditolak pihak pemerintah republik Indonesia, maka lahirlah proklamasi PRRI tanggal 15 Februari 1958.

Berdasarkan keterangan diatas kita dapatkan informasi yang menunjukkan bahwa perjuangan Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) dibawah Sjafruddin Prawiranegara dan Mohammad Natsir begitu juga Gerakan Piagam Perjuangan Semesta atau Permesta dibawah pimpinan Kolonel H.N. Ventje Sumual adalah merupakan perjuangan dalam usaha penentuan nasib sendiri bagi daerah-daerah dan bangsa-bangsa yang ingin berada dalam lindungan satu pemerintahan yang menjalankan kebijaksanaan politik dalam bentuk negara federasi. Dimana Mohammad Natsir, Sjafruddin Prawiranegara, Kolonel H.N. Ventje Sumual, Teungku Muhammad Daud Beureueh, Letnan Kolonel Achmad Husein, Kolonel Simbolon, Kolonel Dachlan Djambek, Kolonel Zulkifli Lubis, Sjarif Usman dan Burhanuddin Harahap telah sepakat untuk membangun Negara Federal yang didalamnya bergabung NII-nya Teungku Muhammad Daud Beureueh, PRRI dan Permesta yang diberi nama dengan Negara Federasi Republik Persatuan Indonesia (RPI) yang didirikan pada tanggal 8 Februari 1960.

Adanya pertentangan para militer dengan pemeintah pusat Republik Indonesia, terdapat seoang tokoh yang banyak memberikan sumbangan pemikiran-pemikiran politiknya yaitu kolonel Zulkifli Lubis. Kolonel Zulkifli Lubis terlahir di Aceh pada tanggal 26 Desember 1923 sebagai anak kelima dari sepuluh bersaudara, kolonel Zulkifli Lubis yang berkacamata tidak menyukai olahraga semasa mudanya. Bahkan kulitnya—mulus, seputih pualam—serta suaranya—yang juga lembut, seperti wanita—menyembunyikan tanda-tanda kejantanannya. Perawakan Zulkifli Lubis sama sekali tak ada potongan sebagai spymaster [kepala badan intelijen] pertama Indonesia. Lubis siswa yang luar biasa. Pada masa sekolah Kolonel Zulkifli Lubis ketika ia lulus dari SMP pada 1941, nilai-nilainya yang memuaskan membolehkan Kolonel Zulkifli Lubis meneruskan pendidikannya ke sebuah SMA terpandang di Jogjakarta pusat budaya Jawa. Setahun kemudian, ketika Kekaisaran Jepang merangsek ke seluruh penjuru kepulauan Indonesia, mereka segera mengamati potensi kesiswaannya: bukan hanya karena Zulkifli Lubis pada usia 18 tahun itu telah bergabung pelatihan milisi, tetapi pada awal 1943, ia juga menjadi salah seorang Indonesia pertama yang terpilih sebagai taruna yang tergabung dalam PETA (Pembela Tanah Air).

Di PETA, Zulkifli Lubis berkenalan untuk pertama kalinya dengan dasar- dasar intelijen. Di Tangerang, yang terletak sedikit di luar kota Jakarta, tentara Jepang mendirikan versi lokal dari sekolah intelijen militer Nakano yang terkenal itu, dan Lubis berada di antara lulusan pertamanya. Kemudian, Zulkifli Lubis ditempatkan di pusat intelijen regional Jepang di Singapura pada pertengahan 1944. Di sana, ia menyerap bukan saja teori tapi juga aplikasi prakteknya. Di antara pelajaran berharga yang didapat adalah dari seorang perwira intelijen Jepang yang berulang-ulang bercerita tentang penaklukan Prancis di Indocina yang terutama dengan kampanye peperangan psikologis,dan bukan pertempuran bersenjata.

Di PETA inilah karir Kolonel Zulkifli Lubis dalm perjuangan dan mengisi kemerdekaan di mulai. Hal yang menarik dalam tulisan ini adalah bagaimanakah perjalanan kolonel Zulkifli Lubis dalam peranannya dengan pemikiran dan tindakannya untuk perjalanan militer dan politik di Indonesia.

[1] R.Z. Leirissa.1997. PRRI-PERMESTA Strategi Membnagun Indonesia Tanpa Komunis. (Jakarta: Grafiti) hal.25

[2] Barbara, Silliars Harvey. PERMESTA Pemberontakan setengah hati ( Jakarta: Pustaka Utama, 1989) hal 45.

Korupsi dalam Pengadaan Barang dan Jasa

Contoh kasus yang paling nyata tentang praktek korupsi dalam pengadaan barang dan jasa kebutuhan pemerintah adalah kerapuhan aspal jalan-jalan raya di Jakarta serta praktek pelanggaran tata ruang yang gila-gilaan dalam beberapa tahun terakhir ini. Curah hujan yang rendah sekalipun dengan cepat menimbulkan genangan air pada hampir semua ruas jalan, yang kemudian menyebabkan jalan dengan cepat berlubang.

Dalam dua contoh kasus ini, bisa dilihat bagaimana para birokrat negara atau pemerintah daerah tutup mata (kolutif) terhadap praktek menurunkan spesifikasi barang dan mutu pekerjaan yang dilakukan para kontraktor maupun konsultan proyek. Modus korupsi seperti ini sudah meluas. Maksudnya, dipraktekkan di hampir semua departemen atau lembaga negara dan pada semua pemerintahan daerah. Tidak baru, karena berlangsung sejak pembangunan nasional dimulai pada 1970-an. Bahkan, pada awal 1980-an, para ekonom pemerintah pun mengakui hal ini. Ekonom seperti mantan menteri Emil Salim dan Soemitro Djojohadikusumo (almarhum) pernah mengemukakan bahwa tidak kurang dari 30 persen kebocoran anggaran pendapatan dan belanja negara bersumber dari kegiatan pengadaan barang dan jasa pemerintah.

Menyedihkan karena kebocoran akibat praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme itu masih berlangsung hingga kini. Pada 2000-an sekarang, nilai riil kebocoran APBN per tahun anggaran bisa mencapai kisaran Rp 60-70 triliun. Jumlah ini ekuivalen 20 persen anggaran pengadaan barang dan jasa per tahun. Maka tidak aneh jika sekitar 80 persen dari 20 ribu pengaduan tindak pidana korupsi yang masuk ke Komisi Pemberantasan Korupsi menyangkut pelanggaran terhadap Keputusean Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Proyek Pengadaan Barang dan Jasa Kebutuhan Pemerintah. Pada tingkat daerah, di Jawa Tengah misalnya, pengaduan masyarakat atas pelanggaran Keppres No. 80 Tahun 2003 mencapai 126 perkara sepanjang periode 2006-2008.

Untuk menekan potensi kebocoran anggaran ini, pemerintah berniat membuat undang-undang baru tentang pengadaan barang dan jasa kebutuhan pemerintah pusat, daerah, dan badan usaha milik negara. UU baru itu mengadaptasi perkembangan dinamika bisnis terbaru sehingga memuat ketentuan tentang peran dan fungsi perusahaan swasta sebagai mitra. Sama sekali tidak menghilangkan fungsi Keppres No. 80 Tahun 2003, UU baru itu justru menjadi faktor pelengkap yang akan menghilangkan area abu-abu dan menutup peluang bagi keinginan melakukan multitafsir.

UU baru itu berfokus pada tiga area. Pertama, perubahan struktur, dengan menerbitkan delapan buku petunjuk pengadaan barang dan jasa dari semula hanya satu buku. Buku-buku itu mengatur ketentuan umum pengadaan barang dan jasa, pengadaan barang, pengadaan jasa konstruksi, pengadaan jasa konsultan, pengadaan jasa lain, pengaturan peran dan fungsi swasta, serta pengaturan swaloka. Juga diterbitkan buku yang mengatur pengadaan barang atau jasa secara elektronik. UU itu pun memuat peraturan baru tentang perjanjian kerangka kerja. Ketentuan perjanjian ini membuka peluang bagi pemerintah melakukan kontrak pengadaan barang berjangka panjang untuk tujuan berhemat. Selain itu, diperkenalkan reverse option, yakni lelang dengan penawaran untuk mendapatkan harga termurah

Apakah pembaruan ini efektif untuk mencegah kebocoran? Kita semua berharap begitu. Karena itu, pembaruan langkah dan strategi dalam pengadaan barang dan jasa kebutuhan pemerintah harus bisa merespons dan mementahkan modus pembocoran anggaran yang dipraktekkan selama ini. Kita yakin bahwa Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang atau Jasa Pemerintah sudah mempunyai catatan lengkap mengenai modus-modus pembocoran anggaran. Dengan begitu, rancangan undang-undang baru tentang pengadaan barang dan jasa juga memuat strategi mengamankan dan menyelamatkan anggaran. Pada sejumlah kasus korupsi yang digelar di Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi, masyarakat sudah mendapat gambaran cukup utuh tentang bagaimana para koruptor membuat lubang untuk menadah anggaran proyek yang bocor.

Modus pembocoran yang lazim adalah markup (nilai proyek digelembungkan) dan spesifikasi barang diturunkan tanpa mengoreksi nilai proyek. Ada yang nekat dengan melakukan tender fiktif.

Apa pun modusnya, pembocoran anggaran proyek tidak akan sangat sulit jika tidak dilakukan secara berjemaah. Kalau bermain sendiri, Anda tidak akan mendapatkan apa-apa. Alih-alih mendapatkan untung, Anda malah bisa dijebak dan dijerat hukum. Biar aman dan untung, harus berkolusi dengan pejabat di departemen via pemimpin proyek hingga ke para kasir di kantor kas negara agar tagihan dana proyek lancar. Belakangan ini jasa oknum anggota Dewan Perwakilan Rakyat pun diperlukan agar sebuah proyek dapat disetujui dalam APBN.

Asas profesionalisme tidak laku dalam modus itu. Yang terpenting, ada hubungan ayah-anak atau bentuk kekerabatan lainnya, hubungan karena dari partai politik yang sama atau karena si pengusaha donatur partai, anggota kelompok atau kedekatan pengusaha dengan pejabat tinggi negara. Dengan pendekatan inilah si Badu bisa menjadi ketua panitia pengadaan, si Udin menjadi pemimpin proyek, dan si Poltak menjadi pemasok barang atau jasa yang dibutuhkan departemen. Semua yang masuk jaringan hubungan atau kedekatan itu harus mendapatkan bagiannya. Dari petinggi departemen hingga para kasir.

Pada era otonomi sekarang ini, pemerintah, khususnya para ahli di Bappenas, menghadapi tantangan lain berupa rekayasa kebutuhan proyek. Hal ini bisa terjadi karena aparat pemerintah daerah yang amatiran. Modusnya, swasta atau pengusaha calon rekanan mengintroduksi kebutuhan daerah. Biasanya dibesar-besarkan, sehingga kebutuhan daerah itu menjadi layak. Dari gambaran kebutuhan itu, dimunculkanlah wujud proyek yang bisa memenuhi kebutuhan tadi. Dengan iming-iming kenikmatan ekstra bagi pejabat daerah itu, pengusaha mendorong para pejabat tersebut untuk memasukkannya dalam usulan proyek pemerintah daerah, sekaligus dengan rancangan dan perincian pembiayaan proyek.

Begitu diiyakan daerah, si pengusaha langsung bergerilya, membuka dan mengontak jaringannya pada departemen-departemen di Jakarta hingga anggota DPR pada komisi-komisi yang berkaitan dengan proyek. Targetnya, proyek yang direkayasa itu disetujui dan masuk APBN, dan semua yang punya andil mengegolkan proyek itu mendapat bagian atau diuntungkan. Tentu saja harus ada markup nilai proyek.

Kalau kebocoran per proyek bisa begitu besar, bisa dimaklumi. Jika sebuah proyek diurai, akan terlihat begitu banyak materi yang dibutuhkan. Dari sinilah markup harga barang dan jasa dilakukan. Dari sini pula penurunan spesifikasi barang dilakukan untuk memperbesar keuntungan, tidak peduli seburuk apa mutu proyek itu nantinya. Dengan pendekatan seperti itu, jangan mimpi akan ada lelang proyek yang fair, terbuka, dan berdasarkan kompetensi. Kalau Anda membaca iklan lelang proyek di surat kabar, itu hanya formalitas. Sebab, saat iklan itu dimunculkan, para pemenangnya sudah ditetapkan.

Orang-orang di Bappenas pasti sudah mendengar ungkapan tentang arisan proyek. Sejauh fair, tidak merugikan negara, dan berlandaskan kompetensi, arisan proyek rasanya masih bisa diterima karena ada semangat pemerataan dari kebiasaan itu. Namun, jika arisan proyek dijadikan sarana untuk secara bergantian membocorkan anggaran proyek, kebiasaan ini harus diperangi. Dengan niat melakukan pembenahan pengadaan barang dan jasa kebutuhan pemerintah, kita berharap RUU yang sedang disusun sekarang ini juga memasuki area modus pembocoran anggaran proyek pembangunan. Sudah begitu banyak negara dan rakyat dirugikan dari proyek pengadaan barang dan jasa.

Bambang Soesatyo: Ketua Umum Asosiasi Rekanan Pengadaan Barang dan Distributor Indonesia

Modus Korupsi Anggota Dewan

Term ‘korupsi berjamaah’ dalam beberapa waktu terakhir menjadi kian populer setelah kasus-kasus korupsi yang melibatkan anggota dewan diungkap satu demi satu. Namun demikian, untuk beberapa tempat seperti di Padang-Sumatera Barat, istilah itu oleh sebagian masyarakatnya dianggap tidak tepat karena kata berjamaah memiliki arti positif dan bernuansa religi, sementara korupsi selalu berkaitan dengan tindakan nista. Penolakan itu sendiri dapat diartikan sebagai sikap kritis masyarakat untuk tidak mencampur-adukan antara tindakan yang benar/positif dengan praktek tidak terpuji (korupsi).

Banyaknya kasus korupsi DPRD yang dilaporkan dan dibongkar sesungguhnya merupakan sebuah bukti bahwa masyarakat sudah geram dengan praktek penyalahgunaan kekuasaan. Betapa tidak, anggota dewan yang seharusnya menjalankan fungsi kontrol atas eksekutif untuk mencegah penyelewengan justru bertindak sebaliknya. Praktek korupsi, kolusi, pemborosan, kesewenang-wenangan hingga tindakan tidak etis yang melanggar nilai-nilai umum dipertontonkan secara telanjang dan berulang-ulang.

Namun demikian, upaya untuk menggiring ke proses hukum kasus-kasus korupsi yang melibatkan anggota dewan ternyata cukup mendapatkan ‘perlawanan’. Secara umum, bentuk perlawanan itu ada lima macam. Pertama, bentuk intimidasi fisik dan ancaman kekerasan terhadap kelompok masyarakat yang mengungkapkan kasus korupsi melalui orang-orang bayaran. Kedua, cara persuasi dengan memberikan uang tutup mulut supaya kasus tidak diteruskan. Ketiga, mobilisasi massa pendukung dan mengeksploitasi sentimen kesukuan, agama atau kelompok untuk menghambat proses hukum yang sedang berjalan. Keempat, melalui upaya yuridis dengan melaporkan tindakan pembongkaran korupsi tersebut sebagai tindakan pencemaran nama baik. Kelima, pembentukan counter opini yang menyesatkan melalui kelompok intelektual, akademisi maupun pernyataan resmi yang dikeluarkan lembaga.

Asosiasi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Seluruh Indonesia (Adeksi), dalam Musyawarah Nasional II baru-baru ini telah mengeluarkan rekomendasi menyangkut maraknya kasus korupsi yang melibatkan anggota dewan. Dalam rekomendasinya, Adeksi beranggapan bahwa apa yang dilakukan oleh anggota dewan dalam menetapkan anggaran tidak serta merta bisa dikategorikan sebagai bentuk korupsi. Adeksi menyebutkan bahwa penyebab utama terjadinya korupsi yang menyebar dan mendudukan anggota dewan sebagai tersangka adalah karena adanya kerancuan dari sistem hukum kita sendiri, yakni faktor tumpang-tindihnya produk perundang-undangan yang ada sehingga melahirkan kesalahan tafsir dalam menetapkan anggaran. Kesalahan tafsir itulah yang oleh masyarakat dianggap sebagai praktek korupsi.

Tumpang tindihnya peraturan antara UU Otonomi Daerah (kini UU Pemda) dengan PP 110 tahun 2000 (kini PP 24 tahun 2004) tentang Kedudukan Keuangan DPRD yang saling bertolak belakang -khususnya kewenangan mengelola anggaran dewan- mungkin memberikan andil terhadap terjadinya ‘kekeliruan’ tafsir atas pelaksanaan peraturan tersebut. Namun alasan itu tidak cukup relevan mengingat dari sisi modus, mekanisme penyusunan dan penetapan anggaran DPRD tersirat unsur kesengajaan untuk mengabaikan rambu-rambu yang telah ditetapkan.

Modus Korupsi DPRD, Upaya Mengaburkan Definisi

Secara umum data Indonesia Corruption Watch (ICW) dari Januari hingga Desember 2004 mengenai kasus korupsi yang melibatkan anggota dewan menunjukkan beberapa hal. Pertama, dari sisi jumlah kasus, perbuatan korupsi yang melibatkan anggota DPRD merupakan jumlah terbanyak, yakni 102 kasus dari total 239 kasus korupsi yang muncul pada sebagian besar wilayah di Indonesia. Data diatas sekaligus hendak menunjukan bahwa aktor korupsi yang menempati urutan terbesar adalah anggota dewan. Data ini pararel dengan hasil survey Transparansi Internasional Indonesia (TII) tahun 2004 yang menempatkan partai politik sebagai lembaga yang dianggap paling korup. Dengan demikian, terdapat korelasi yang masuk akal antara kondisi partai politik yang buruk dengan perilaku anggota dewan yang korup.

Kedua, secara umum terdapat empat modus korupsi DPRD yang dapat kita temui di hampir semua kasus. Modus pertama adalah dengan menggelembungkan batas alokasi penerimaan anggota dewan atau yang lebih akrab disebut mark-up. Dikatakan sebagai praktek mark-up karena PP 110/2000 tentang Kedudukan Keuangan DPRD sebenarnya telah membatasi secara rinci penerimaan bagi anggota dewan yang bisa ditoleransi sesuai dengan tingkat Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Modus kedua adalah menggandakan (redundant) item penerimaan anggota dewan melalui berbagai strategi. Strategi yang paling kerap muncul adalah dengan memasukkan item anggaran yang berbeda-beda untuk satu fungsi. Misalnya terdapat pos asuransi untuk kesehatan, tetapi di pos lain muncul item tunjangan kesehatan. Padahal kedua pos penerimaan tersebut adalah untuk satu fungsi, yakni anggaran bagi kesehatan anggota dewan. Strategi lain adalah dengan menitipkan pos penerimaan itu pada anggaran eksekutif (Pemda). Biasanya item anggaran itu sering disebut sebagai bantuan untuk instansi vertikal seperti yang terjadi dalam kasus dana kaveling di Jawa Barat.

Modus ketiga dengan cara mengada-adakan pos penerimaan anggaran yang sebenarnya tidak diatur dalam PP 110/2000. Kasus yang paling banyak mencuat dan digugat oleh berbagai elemen masyarakat adalah alokasi anggaran untuk pos dana purnabakti. Di Jawa Barat dana purnabakti lebih popular dengan istilah uang kadeudeuh. Selain dana purnabakti, fasilitas rumah dinas yang seharusnya hanya diberikan kepada Ketua dan Wakil Ketua DPRD juga ternyata digelontorkan untuk seluruh anggota dewan.

Modus keempat adalah korupsi dalam pelaksanaan program kegiatan dewan. Dari aspek tindakan, korupsi jenis ini adalah korupsi yang paling telanjang dan nyata. Hal ini sebagaimana telah dilakukan oleh anggota DPRD Kota Padang yang telah memalsukan tiket pesawat perjalanan dinas (SPJ fiktif) hingga mencapai Rp 10,4 Miliar.

Diantara keempat modus korupsi tersebut, modus keempat bisa dianggap yang paling konvensional dan umum terjadi di berbagai instansi pemerintah. Dalam pengertian bahwa tindakan korupsi dengan cara memanipulasi dokumen pertanggungjawaban penggunaan APBD hingga seolah-olah sebuah program telah dilaksanakan merupakan perbuatan yang nyata-nyata melanggar hukum, merugikan keuangan negara dan terdapat upaya untuk memperkaya diri sendiri. Sementara itu, modus korupsi anggota dewan yang pertama hingga ketiga merupakan produk kesepakatan dua pihak (eksekutif dan legislatif) dengan memanfaatkan dua hal, yakni kewenangan yang dimiliki untuk membuat peraturan dan celah perundang-undangan yang tumpang tindih.

Korupsi model ini dianggap seolah-olah bukan merupakan tindakan korupsi karena telah dinaungi dalam sebuah peraturan daerah (Perda) yang legal. Padahal dari sisi materi peraturan, banyak terdapat penyimpangan (corrupt), baik terhadap peraturan yang lebih tinggi maupun dari aspek normatif lainnya seperti rasa keadilan, kepantasan umum atau kelaziman. Oleh karena dipayungi dalam bentuk peraturan, korupsi jenis ini sering disebut sebagai korupsi yang dilegalkan atau legalisasi korupsi. Mengingat legalisasi penyimpangan didasari atas kesepakatan dua pihak pengelola daerah, korupsi yang telah menyeret beratus-ratus anggota dewan itu sebenarnya tidak bisa dilepaskan dari keterlibatan dan tanggung jawab pihak eksekutif (baca: kepala daerah).

Kini kita semakin yakin bahwa korupsi massal itu bukan hanya cerita, namun memang benar-benar ada. Putusan Pengadilan Tinggi Sumatera Barat (Sumbar) telah menguatkan putusan Pengadilan Negeri Padang yang memutuskan bersalah atas 43 anggota DPRD Propinsi Sumbar. Bahkan Pengadilan Tinggi Sumbar memutuskan bahwa dakwaan primer atas tuduhan korupsi 43 angota DPRD Prop. Sumbar terbukti. Putusan tersebut tentunya akan semakin menguatkan keyakinan gerakan antikorupsi di seluruh pelosok nusantara untuk tetap konsisten dan maju. Harapannya, putusan Pengadilan Tinggi Sumbar juga dapat mengingatkan anggota DPRD periode 2004-2009 untuk lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan. Semoga….

posted by adnan at 9:02 PM

Sumber Berita

Kredibilitas sumber berita bukan segalanya. Lebih penting dari kredibilitas adalah akurasi dan verifikasi. Orang yang memiliki atau dianggap punya kredibilitas, belum tentu memiliki informasi atau data akurat. Sebaliknya orang yang dianggap tidak memiliki kredibilitas, informasinya bisa saja memiliki akurasi tinggi. Faktor orang dalam hal ini, tidak lebih penting dibanding informasi yang disampaikan orang tersebut.
oleh Rusdi Mathari
SUMBER berita dan wartawan adalah dua hal yang saling membutuhkan. Keduanya seperti ruh dan jasad yang saling melengkapi. Ruh tanpa jasad adalah hantu dan jasad tanpa ruh adalah mayat. Sumber berita tanpa wartawan niscaya tak bisa menyampaikan pesan kepada publik, sebaliknya wartawan tanpa sumber berita juga tidak akan menghasilkan berita.
Wartawan mungkin saja bisa menulis hanya berdasarkan asumsi atau pendapat. Namun tanpa sumber, apapun yang ditulis oleh wartawan hanya akan berwujud opini atau karangan pribadi. Sebagai salah satu ruh jurnalistik –selain wawancara– sumber berita karena itu merupakan kemutlakan yang tidak bisa ditawar yang harus ada dalam setiap liputan wartawan.
Tak lalu semua orang bisa menjadi sumber berita. Sebagai ruh yang akan menentukan hasil kerja seorang wartawan, sumber berita mestinya ditentukan dan dipilih oleh wartawan ketika akan memulai sebuah liputan. Pemilihan dan penentuan sumber berita terutama untuk menghasilkan liputan yang memang berpihak kepada kebenaran –salah satu ukuran yang menentukan baik buruknya produk jurnalistik. Sumber berita yang sembarangan hanya akan menghasilkan liputan yang juga serampangan. Dalam beberapa kasus, sumber berita bahkan bisa mendiktekan kepentingannya kepada wartawan.
Namun sebagai pemberi informasi, siapa saja dapat dijadikan sumber awal dimulainya liputan. Secara sederhana sumber berita bisa diurai menjadi dua bagian besar. Pertama adalah pemberi atau pemasok informasi dan kedua adalah sumber yang akan menjadi subyek dalam liputan (pelaku, saksi, korban dan sebagainya).
Jika pemberi informasi awal juga terlibat dalam persoalan, ia bisa dimasukkan sebagai sumber liputan. Jika tidak, informasi awal dari pemasok, lazim digunakan hanya sebagai dasar dimulainya peliputan dan bukan titik akhir. Dalam teori David Protess, seorang profesor jurnalistik dari Universitas Nortwestern– informasi awal hanyalah lingkaran paling luar dari sekian lingkaran sebelum mencapai titik pusat persoalan, yang akan ditulis oleh wartawan.
Karena sifat liputan investigasi mengungkap skandal atau ketidakberesan yang merugikan kepentingan publik, maka cara paling sederhana mendapatkan sumber pemasok informasi awal adalah dengan mengakses hubungan dengan sumber yang posisinya berada sebagai berseberangan dari pihak-pihak yang akan diberitakan. Mereka biasanya lebih punya banyak motif agar informasinya sampai ke puplik melalui wartawan. Wujudnya bisa siapa saja; lawan politik, para korban, LSM, pengamat dan sebagainya.
Tentang bagaimana cara mengakses hubungan dengan pihak lawan, tergantung dari kepekaan wartawan mengendus dan memetakan isu yang diperoleh atau didengar. Informasi awal tentang kecurangan pembuatan RUU Pemerintahan di Aceh, umpamanya, bisa didapat dari mereka yang aspirasi atau kepentingan politiknya tidak ditampung dalam RUU tersebut. Isu tentang penyimpangan penyaluran dana bantuan untuk para korban bencana tsunmain di Aceh, bisa diperoleh dari pihak-pihak yang secara politik dan ekonomi dirugikan atau tidak kebagian dana tersebut.
Satu hal yang paling jelas, informasi dari sumber-sumber awal biasanya bisa dijaring lewat banyak bergaul dengan berbagai kalangan. Pergaulan yang luas akan menghasilkan kedekatan dan meningkatkan daya lobi wartawan. Tidak jarang informasi awal bisa pula diperoleh karena diberikan dengan sukarela, tanpa diminta. Surat kaleng, telepon gelap, dokumen yang dikirim ke redaksi adalah beberapa contoh dari informasi awal yang didapat secara sukarela.
Dari sifatnya, sedikit sekali dari pemasok informasi yang tidak punya kepentingan. Motivasi mereka bisa bermacam-macam. Dendam, sakit hati, ingin menjatuhkan, dan sebagainya. Semua kepentingan pemasok informasi awal, harus tidak diabaikan. Wartawan yang kemudian hanyut oleh kepentingan pemasok informasi, akan menghasilkan berita yang bias dan tidak akan mendudukkan perkara yang sebenarnya. Kepentingan publik yang lebih besar juga akan terbengkalai dan pada gilirannya kredibilitas wartawan dan medianya akan dipertaruhkan. Perlakukanlah informasi dari pemasok awal, hanya sebagai background (baca tentang background di Tentang Wawancara pada halaman Jurnalistik).
Bagaimana dengan mencuri informasi? Isu ini sampai sekarang masih menjadi perdebatan di kalangan wartawan. Arus besar jurnalistik liberal menganggap mencuri informasi sebagai tindakan yang bisa dibenarkan atas nama kepentingan publik. Sebagian yang lain, menganggap tidak bisa dibenarkan, terutama karena pekerjaan wartawan adalah pekerjaan profesional yang bermartabat dan memiliki etika. Jika atas nama kepentingan publik atau apapun, wartawan lantas mencuri informasi untuk diberitakan maka ia sebenarnya tidak jauh berbeda dengan pelaku penyimpangan yang akan diberitakan. Kepentingan publik tidak bisa dijadikan pembenar untuk menghalalkan segala cara (termasuk tindakan untuk mencuri informasi) dalam melakukan liputan investigasi.
Cara lain mengakses informasi awal untuk bahan liputan adalah dengan menjelajahi internet, rajin membaca dan sebagainya. Suhartono wartawan Kompas, ketika menjadi wartawan Jakarta Jakarta pada 1998, pernah mendapat bahan menarik untuk liputan investigasi hanya dari sepotong iklan tentang tender di surat kabar kecil yang tidak terkenal.
Awalnya dia tidak percaya, tender proyek dengan nilai besar hanya diiklankan di media kecil yang jumlah pembacanya juga terbatas. Namun dari sepotong iklan kecil di koran kecil itulah, dia mendapat bahan menarik untuk sebuah liputan investigasi: siapa pembuat iklan tersebut, proyek apa yang ditenderkan, benarkah iklan itu dibuat untuk mengundang kontraktor atau hanya sekedar untuk memenuhi persyaratan tender. Selidik punya selidik, iklan itu ternyata dibuat oleh sebuah institusi negara, proyeknya adalah pembangunan pagar keliling dengan nilai ratusan miliar rupiah. Pertanyaan Suhartono akhirnya terjawab. Iklan itu “kadaluwarsa” karena proyek yang diiklankan itu sebenarnya sudah berjalan dan sudah ada kontraktornya. Ketika akhirnya ditulis, institusi itu sibuk membantah meski belakangan bantahan itu tidak terbukti.
Kredibilitas, Akurasi dan Verifikasi
Jika yang dimaksud dengan kredibilitas adalah jujur dan dapat dipercaya, maka kredibilitas pemasok informasi adalah kata kunci dalam setiap liputan jurnalistik termasuk liputan investigasi. Hal yang paling sederhana untuk mengukur kredibilitas pemberi informasi adalah dengan melihat jejak rekam mereka. Jika yang bersangkutan adalah tokoh atau orang terkenal, mereka bisa dikenali lewat pernyataan dan sikapnya di media massa. Jika pemasok adalah orang biasa, kredibilitas mereka bisa diukur dari motivasi dan posisinya. Misalnya, ketika memasok informasi harus diselidiki benar: siapa mereka, sebagai apa, dan apa motivasinya. Dalam hal ini, wartawan dituntut untuk harus selalu skeptis.
Kredibilitas, tak lalu adalah segalanya. Di atas itu semua yang justru paling penting adalah akurasi dan verifikasi. Orang yang memiliki atau dianggap punya kredibilitas, belum tentu memiliki informasi atau data akurat. Sebaliknya orang yang dianggap tidak memiliki kredibilitas, informasinya justru bisa memiliki akurasi tinggi. Faktor orang dalam hal ini, tidak lebih penting dibanding informasi yang disampaikan orang tersebut. Untuk mengetahui akurat tidaknya sebuah informasi, maka wartawan harus melakukan verifikasi. Verifikasi penting dilakukan untuk menentukan apakah data atau informasi dari pemasok bisa dijadikan bahan awal liputan atau sebaliknya harus dibuang ke keranjang sampah.
Kasus liputan investigasi Trust pada 2002 tentang pesangon karyawan BPPN sebesar Rp 10 triliun, adalah contoh tidak akuratnya informasi yang dipasok oleh orang yang dianggap punya kredibilitas dan tidak dilakukannya verifikasi oleh wartawan Trust. Pemberi informasi Trust adalah pengamat yang dikenal tajam analisisnya, lantang menyatakan kebenaran, relatif netral dan tidak punya kepentingan, dan sebagainya. Namun informasi awal tentang besarnya jumlah pesangon karyawan BPPN, belakangan terbukti sangat jauh panggang dari api, terutama karena memang tidak adanya dokumen sahih yang menyatakan ada angka Rp 10 triliun. Memang ada “bukti” yaitu beberapa email yang diperoleh pemasok informasi dari seorang petinggi BPPN. Namun email itu hanya semacam surat menyurat yang berisi keluh kesah petinggi BPPN kepada pembocor informasi Trust.
Kesalahan utama yang dibuat oleh saya sebagai penulis, reporter yang mendapat informasi, dan redaktur pelaksana yang memeriksa tulisan saya, adalah terlanjur percaya dengan nama baik (kredibilitas) pemasok informasi dan (sehingga) mengabaikan verifikasi. Data dan dokumen (email pejabat BPPN) yang sampai pada meja redaksi, yang didapat reporter dari pemberi informasi yang memiliki kredibilitas, dianggap sebagai satu-satunya kebenaran yang (sudah) layak diberitakan. Saya, reporter, dan redaktur pelaksana tidak melakukan verifikasi seperti yang disarankan oleh Protess dengan teori lingkarannya, misalnya dengan mencari tahu terlebih dulu apakah ada dokumen otentik yang menyebut Rp 10 triliun, darimana hitung-hitungan angka itu, dan kenapa nilainya sampai Rp 10 trilun.
Ketika ditulis dan menjadi judul sampul majalah, berita Trust memang menarik perhatian tapi bukan karena liputannya melainkan karena ketidakakuratan data dan diabaikannya verifikasi. Beruntung Trust tidak disomasi oleh para pihak di BPPN yang merasa dirugikan nama baiknya tapi berita tentang pesangon itu telah memalukan saya Diakui atau tidak, liputan semacam kasus Trust mudah diduga banyak menimpa media lain; informasinya tidak akurat dan wartawannya malas melakukan verifikasi.
Kasus liputan investigasi tentang penyimpangan penyaluran BLBI kepada beberapa bank oleh InfoBank (1998-1999), barangkali bisa dijadikan contoh tentang pemasok informasi yang tidak kredibel tapi data dan informasi akurat. Saya yang ketika itu bekerja sebagai wartawan InfoBank memperoleh data dan dokumen dari pejabat yang dikenal sebagai anak buah yang loyal dari Presiden Kedua RI, Soeharto. Di awal-wal reformasi, orang-orang Soeharto adalah pihak yang paling banyak ditolak oleh publik karena dianggap bagian dari jaringan KKN Orde Baru dan karena itu kredibilitas mereka diragukan. Pembocor informasi itu (seorang bekas menteri), saya tahu juga punya kepentingan politik dan ekonomi dengan pemberitaan penyimpangan soal BLBI: ingin menggoyang pemerintahan reformasi yang baru terbentuk.
Saya lalu menyodorkan data, dokumen dan informasi dari bekas menteri itu kepada banyak pihak yang mengerti tentang BLBI dan perbankan untuk diverifikasi dan dianalisis. Hasilnya: tidak satupun pihak-pihak itu yang membantah dan sebaliknya malah membenarkan sebagian atau keseluruhan data dan dokumen yang saya miliki sebagai dokumen otentik. Ketika ditulis oleh InfoBank, liputan penyimpangan penyaluran dana BLBI itu mendapat apresiasi dari banyak pihak termasuk para pengambil keputusan di bidang perbankan. Dicopotnya Keluarga Eka Tjipta Widjaja sebagai pemilik BII, dan para direksi BII dari BII oleh Bank Indonesia, salah satunya berkat informasi yang ditulis oleh InfoBank. Hal yang sama juga terjadi pada Keluarga Harjono pemilik Bank Aspac. Dua informasi tentang BII dan Aspac itu disampaikan oleh salah satu petinggi BI, kepada saya.
Dengan kalimat lain, semua pemasok informasi awal, harus diperlukan dengan sama. Data, informasi atau dokumen awal yang diperoleh wartawan bisa diperoleh dari siapa saja. Perlakuan sama terhadap semua pemasok informasi, juga menunjukkan independensi wartawan. Hal utama yang harus dilakukan terhadap semua informasi dari pemasok; mengecek akurasinya. Angka, nama, tempat kejadian, saksi, nilai otentik dokumen, bukti-bukti lain dan sebagainya adalah hal-hal penting yang harus mendapat prioritas sudah jelas sejak awal sebelum memulai liputan. Riset dan analisa mendalam dalam hal ini juga memegang peran penting.
Untuk mengetahui akurat atau tidaknya dari sebuah informasi, maka harus dilakukan verifikasi. Semakin banyak pihak yang dimintakan verifikasi maka sebuah hasil liputan akan semakin akurat. Verifikasi, antara lain bisa dilakukan dengan melakukan investigasi pendahuluan; penyusunan hipotesis; pendalaman dan penelusuran literatur; wawancara dengan pakar atau peneliti; penjajakan dokumen-dokumen; dan sebagainya. Pemasok informasi atau data juga bisa dikonfirmasi ulang tentang akurasi data mereka ketika ternyata ada fakta atau data yang berbeda atau berlawanan. Jika di tengah jalan, terlihat atau terasa bahwa informasi atau datanya meragukan maka tidaklah keliru untuk menunda liputan. Dalam beberapa kasus jika informasi atau datanya sama sekali tidak akurat dan berpotensi menyesatkan, sebaiknya informasi dari pembocor disimpan di laci meja.
Pilih dan Tentukan
Menentukan sumber untuk liputan merupakan soal yang tidak sederhana. Salah menentukan sumber, bisa berakibat fatal pada liputan. Wartawan yang baik yang teruji mental dan kualitasnya, sejak awal (ketika menerima informasi dari pemasok) akan sudah bisa menentukan siapa saja calon sumber untuk liputannya. Wartawan yang buruk adalah wartawan yang tidak tahu dan tidak bisa menentukan sumber liputan.
Ada cara paling sederhana untuk menentukan siapa saja yang harus menjadi sumber liputan. Langkah awal setelah semua informasi (baik yang berbentuk informasi lisan, data atau dokumen) memperoleh verifikasi kebenaran dan akurasinya– adalah dengan membuat outline atau semacam ikhtisar berita, lalu diskusikan di redaksi. Langkah ini akan memudahkan wartawan untuk memetakan lebih jelas duduk persoalan dari informasi yang diterima dan akhirnya menentukan siapa saja yang harus menjadi sumber liputan. Seperti halnya cerita di film, novel dan sebagainya, setiap informasi pasti mengandung unsur: pelaku utama, pemeran pembantu, pemain figuran dan sebagainya.
Pelaku utama adalah unsur yang paling menentukan jalannya liputan. Dalam liputan investigasi, pelaku utama adalah orang yang diduga paling bertanggungjawab menyebabkan kerugian pada publik. Jika sebuah liputan investigasi gagal mendapatkan keterangan dari pelaku utama, besar kemungkinan liputan investigasi akan berkurang nilainya. Bahkan bisa jadi akan sama sekali tidak berarti. Pelaku utama adalah sumber utama yang wajib diwawancara dan urutan prioritas wawancaranya adalah terakhir dari sekian sumber yang direncanakan.
Prioritas pertama yang harus diwawancara adalah para pemain figuran. Ia, bisa aparat penegak hukum, pengamat, para ahli, aktivis LSM, juga pemberi informasi awal dan sebagainya. Sifat keterangan dari mereka biasanya hanya sebagai pelengkap yang mendukung jalan cerita liputan. Kendati demikian, informasi dari pihak pertama tak lalu bisa diabaikan. Sebagai pihak yang dimintakan verifikasi, keterangan mereka kadang bisa menentukan apakah sebuah liputan layak diteruskan atau sebaliknya. Semakin banyak sumber pertama yang dimintakan keterangan, akan semakin memperjelas peta sebuah liputan: siapa yang terlibat, keaslian dokumen, dan sebagainya.
Pemeran pembantu adalah pihak kedua yang harus diwawancarai. Karena sebagai “pemeran pembantu”, keterangan dari pihak kedua akan memperjelas atau memperkuat jalan cerita sebuah liputan. Semakin banyak unsur pihak kedua yang diwawancarai, maka akan semakin kuat hasil sebuah liputan. Pihak kedua dalam hal ini, bisa berupa lawan dari pelaku utama, maupun para saksi lain. Mereka adalah prioritas kedua untuk diwawancara, sebelum melakukan wawancara dengan sumber utama.
Menembus Sumber
Tak ada sumber yang tidak bisa ditembus. Itu kata Bambang Bujono, wartawan senior. Salah satu ukuran dari wartawan yang baik, menurut mas Bambu, wartawan harus sanggup menembus sumber berita siapapun orangnya. Minimal mampu menembus sumber-sumber yang memang berhubungan dengan bidang liputannya. Misalnya, wartawan ekonomi harus bisa menembus sumber-sumber yang berhubungan dengan liputan ekonomi, wartawan politik untuk sumber-sumber politik, dan sebagainya.
Persoalannya, tidak semua wartawan punya kemampuan daya tembus, bahkan untuk sumber-sumber yang berhubungan dengan bidang liputannya. Diperlukan keahlian tertentu dan jam terbang yang lama untuk bisa melakukan pekerjaan itu. Salah satunya dengan memanfaatkan jaringan lobi yang sudah dimiliki. Lewat lobi-lobi itulah, wartawan bisa terbantu dalam menembus sumber. Lobi-lobi itu misalnya, bisa melalui teman atau keluarga, sekretaris, dan sebagainya.
Kalau tidak memiliki jaringan lobi, yang harus dilakukan pertama adalah membuat permohonan wawancara yang disampaikan lewat surat, email, sms atau telepon. Jika cara ini juga tidak manjur, langkah terakhir yang harus dilakukan wartawan adalah mencegat langsung sumber. Inipun bukan pekerjaan gampang. Selain harus tahu benar jadwal acara, dan kebiasaan sumber, juga dibutuhkan nyali besar untuk melakukannya, terutama jika sumber misalnya adalah orang penting yang punya banyak pengawal, atau dikelilingi birokrat yang berwatak rumit.
Soal jarak, tempat, dan waktu bukan pembenar bagi wartawan untuk tidak bisa menembus sumber. Tidak ada alasan, kegagalan menembus sumber hanya disebabkan oleh keberadaan sumber atau hal-hal teknis yang tidak penting. Misalnya karena berada di luar kota atau harus menghubungi dan mencegat di pagi buta, harus menginap dan menunggu berhari-hari dan sebagainya. Wartawan yang menjadikan jarak, tempat, dan waktu sebagai alasan tidak berhasil menembus sumber adalah wartawan etalase yang hanya duduk di belakang meja dan malas. Wartawan jenis ini mestinya perlu mengkaji ulang profesi sebagai kewartawanannya.
Kalau semua upaya sudah dilakukan, namun sumber juga tidak berhasil ditembus, maka apa boleh buat, itulah serendah-rendah “keimanan” sebuah liputan. Beda persoalannya dengan sumber yang tidak mau buka mulut karena akan ada alasan kepada publik bahwa sumber memang tidak bersedia memberi keterangan walaupun hal itu juga menunjukkan kebodohan wartawan. Sumber yang tidak tertembus adalah persoalan krusial yang bisa berdampak buruk pada liputan. Media yang baik, yang mempertaruhkan profesi jurnalistik dan institusinya tentu tidak akan gegabah menurunkan laporan wartawan yang tidak berhasil menembus sumber.

*Tulisan ini pernah disampaikan dalam pelatihan jurnalistik investigatif untuk jurnalis media cetak se-Propinsi Aceh, yang diselenggarakan oleh Internews dan AJI Jakarta, di Lhokseumawe 29 April 2006.

DIarsipkan di bawah: Jurnalistik | Ditandai: Berita, Investigasi, Jurnalis, Jurnalistik, Media, Press, Reporting, Sumber Berita, Wartawan

Kebenaran Prosedural Jurnalistik

entertainmen.suaramerdeka.com
Kita mungkin sering menonton cerita detektif di televisi: seorang pencuri mungkin benar-benar bersalah telah mencuri tapi hakim pengadilan membebaskannya hanya karena polisi menangkapnya dengan prosedur yang keliru atau tanpa mengindahkan prosedur. Dalam hal ini, sang hakim memutuskan suatu kebenaran berdasar prosedur yang diterapkan. Lalu apa arti kebenaran bagi media massa?

Oleh Farid Gaban
Kebenaran bagi media massa adalah kebenaran prosedural–kebenaran yang dicapai melalui serangkaian prosedur. Dalam hal ini, prosedur jurnalistik.
Dalam kehidupan sehari-hari kita menemukan konsep lain tentang “kebenaran prosedural” pada profesi-profesi lain, misalnya di kalangan jaksa/hakim, di lingkungan kedokteran, atau di kalangan ilmuwan.
Kebenaran prosedural bukanlah kebenaran absolut. Dia bisa bersifat relatif (terbatas) baik dari segi ruang maupun waktu.
Dalam bidang hukum, misalnya, kita sering mendengar ada seorang pesakitan sudah divonis bersalah dan dihukum mati berdasarkan prosedur ketat hukum serta pembuktian, namun di kemudian hari ada bukti baru yang membuktikan bahwa dia tak bersalah. Kemungkinan seperti itu bisa terjadi.
Sama halnya dengan “kebenaran” ilmiah tertentu yang dicapai melalui prosedur uji laboratorium ketat, namun di kemudian hari terbukti keliru. Hal serupa bisa terjadi pada “kebenaran jurnalistik” yang dicapai melalui serangkaian prosedur jurnalistik.
Walhasil, bukan “kebenaran” itu sendiri yang penting di sini, tapi apakah “kebenaran” itu dicapai melalui prosedur yang tepat, yang pada gilirannya bisa duji oleh orang lain.
Kita mungkin sering menonton cerita detektif di televisi: seorang pencuri mungkin benar-benar bersalah telah mencuri tapi hakim pengadilan membebaskannya hanya karena polisi menangkapnya dengan prosedur yang keliru atau tanpa mengindahkan prosedur. Dalam hal ini, sang hakim memutuskan suatu kebenaran berdasar prosedur yang diterapkan.
Dalam konteks wartawan, prosedur itu meliputi hal-hal seperti ini:
- Apakah si wartawan tidak terlibat konflik kepentingan dengan obyek/subyek berita karena dia menerima uang/suap?
Apakah sumber-sumber berita dipilih dengan penuh pertimbangan untuk mencari kebenaran yang paling benar atas sesuatu?
Apakah wawancara dilakukan dengan mendalam , menyeluruh dan dengan cara benar?
Apakah dokumen, data dan bukti lain dikumpulkan untuk memperkuat berita yang dibuat?
Apakah fakta digali secara serius dan ditempatkan dalam konteks yang benar?
Dalam konteks itu, sebenar apa pun berita yang ditulis wartawan, berita itu tidak bisa dianggap benar secara prosedural jika si wartawan menerima suap atau terlibat dalam konflik kepentingan menyangkut obyek beritanya.
Dalam konteks yang sama, sebuah berita yang ditulis wartawan bisa benar secara prosedural namun keliru, misalnya, hanya karena satu sumber beritanya berbohong.
Prosedur baku dan standar etik dalam peliputan dan penulisan/penyiaran tercantum dalam kode etik jurnalistik, yang versi populernya bisa kita baca dalam Buku “Elemen Jurnalisme”-nya Bill Kovach.
Setiap wartawan wajib memahami prosedur dan etik itu. Prosedur dan etik yang sama juga perlu diketahui oleh publik agar publik bisa menakar/mengukur kualitas kerja para wartawan serta karya yang dihasilkannya.
*Dikutip secara lengkap dari milis Jurnalisme

DIarsipkan di bawah: Did You Know, Jurnalistik, Story, Tentang, Uncategorized

Wartawan dan Kebohongan

Wartawan dan kebohongan adalah dua senyawa yang tidak boleh bersatu. Wartawan adalah profesi yang menuntut kejujuran dan keterusterangan dalam memperoleh dan mempublikasikan berita, dan berbohong adalah perilaku untuk mengelabui atau menutup-nutupi suatu fakta. Wartawan yang berbohong dengan beritanya, karena itu bisa disebut telah melakukan kejahatan terbesar kepada publik.

oleh Rusdi Mathari
DUA hari setelah Janet Leslie Cooke, reporter The Washington Post menerima Pulitzer 1981 redaksi koran itu akhirnya mengembalikan penghargaan bergengsi untuk karya jurnalistik itu kepada panitia. Sehari sebelumnya koran ternama itu juga menggelar konferensi pers dan meminta maaf secara terbuka kepada publik perihal artikel “Dunia Jimmy” yang ditulis Cooke dan memenangkan Pulitzer. Permintaan maaf yang sama juga ditulis dalam tajuk rencana koran itu.

Redaksi The Washington Post berkepentingan melakukan semua itu, karena “Dunia Jimmy” ternyata hanya sebuah kisah fiktif dan tidak berdasarkan fakta, yang ditulis oleh Cooke. Dimuat di halaman A1 edisi 29 September 1980, “Dunia Jimmy” mengisahkan seorang anak kulit hitam berusia 8 tahun yang kecanduan heroin. Cooke menggambarkan Jimmy sebagai anak yang tumbuh di lingkungan kumuh di sudut Washington DC. Jimmy yang putus asa disebut-sebut telah menjadi pecandu heroin sejak barang laknat itu dikenalkan oleh pacar ibunya.

“Jimmy adalah pecandu heroin generasi ketiga. Seorang anak kecil yang dewasa sebelum waktunya dengan rambut berpasir, dan bermata cokelat. Di lengannya yang masih halus seperti kulit bayi penuh dengan bekas tusukan jarum suntik.” Begitulah antara lain, salah satu paragraf artikel Cooke (lihat artikel lengkap “Jimmy’s World”)

Sehari setelah “Dunia Jimmy” dimuat, redaksi The Washington Post menerima banyak telepon dari para pembaca yang simpati kepada Jimmy. Mereka meminta redaksi agar membuka identitas anak itu, dan berharap bisa membantunya dari ketergantungan narkoba atau menyelamatkannya dari mafia obat bius. Pemerintah kota Washington DC pun, waktu itu bahkan sibuk mencari alamat si Jimmy tapi alamatnya tetap tidak ditemukan

The Washington Post akan tetapi bergeming untuk tidak membuka identitas Jimmy dan membela Cooke. Desas-desus pun merupa di tengah publik. Artikel Cooke dicurigai sebagai tulisan fiktif yang tidak berdasarkan fakta. Persoalan menjadi jelas setelah Cooke didesak para redakturnya untuk membeberkan idnetitas Jimmy, sehari setelah dia menerima Pulitzer pada 13 April 1981.

Semula reporter perempuan berkulit hitam itu bersikeras tapi salah satu redaktur menyodorkan bukti-bukti soal riwayat akademisnya yang penuh manipulasi. Dia tersudut dan akhirnya mengakui telah mengarang cerita dan sama sekali belum pernah bertemu dengan Jimmy.

Cooke lalu mengundurkan diri sebagai wartawan The Washington Post dan sesudahnya menghindari publikasi. Dia baru muncul 15 tahun kemudian di majalah GQ dan menceritakan kisahnya yang memalukan dunia wartawan itu. Cooke antara lain mengaku terpaksa mengarang “Dunia Jimmy” karena redakturnya selalu meminta untuk menghasilkan sesuatu. Wawancaranya itu dibeli TriStar Pictures seharga US 1,5 juta untuk dijadikan skenario film dan Cooke mendapat bagian lebih dari separuhnya.

Di Indonesia, kasus yang serupa “Dunia Jimmy” pernah terjadi di Jawa Pos. Koran itu dua kali memuat tulisan fiktif perihal keluarga dr Azhari, warga negara Malaysia yang sejauh ini disebut-sebut sebagai tersangka teroris. Pertama tulisan berjudul “Kasihan, Warga Tak Berdosa Jadi Korban” (Jawa Pos, 3 Oktober 2005) dan “Istri Doakan Azhari Mati Syahid” (Jawa Pos, 10 November 2005). Dua berita itu dimuat berdasarkan “wawancara” dengan Noraini, istri Azhari.

Sama dengan The Washington Post, redaki koran terbesar di Jawa Timur itu juga menulis permintaan maaf kepada para pembacanya, hampir dua bulan setelah dua berita dimuat. Wartawan yang menulis soal istri Azhari itu pun dipecat.

Kejahatan Terbesar
Wartawan dan kebohongan adalah dua senyawa yang tidak boleh bersatu. Wartawan dan kebohongan adalah dua senyawa yang tidak boleh bersatu. Wartawan adalah profesi yang menuntut kejujuran dan keterusterangan dalam memperoleh dan mempublikasikan berita, dan berbohong adalah perilaku untuk mengelabui atau menutup-nutupi suatu fakta. Wartawan yang berbohong dengan beritanya, karena itu bisa disebut telah melakukan kejahatan terbesar kepada publik. Lebih dari itu, akibat yang mungkin bisa ditimbulkan dari berita bohong juga bisa di luar dari yang bisa fatal.

Soalnya sekarang, apa saja yang bisa disebut sebagai kebohongan oleh wartawan?

Jika yang dimaksud adalah sumbernya tidak ada alias fiktif, kasus “Dunia Jimmy” atau dua berita yang pernah dimuat oleh Jawa Pos jelas dengan mudah bisa disebut. Namun perkaranya tentu tidak seserdahana itu. Kebohongan dalam arti yang lebih luas, bisa menjelma dalam bentuk aneka rupa. Kebohongan yang paling sederhana adalah mengubah dateline, atau waktu pemuatan berita.

Perilaku buruk itu, biasanya dilakukan para pengelola media online atau situs berita yang baku cepat menayangkan berita. Misalnya jika media online yang satu diketahui telah memuat berita kebakaran beberapa menit atau beberapa detik sebelumnya, maka media online lainnya akan menggeser waktu tayang berita kebakaran itu, menjadi beberapa detik sebelumnya seolah-olah memang telah terlebih dulu memuatnya.

Pembaca yang kurang jeli, tentu tidak akan tahu perkara itu tapi sesekali perhatikanlah jam tayang dari sebuah berita “panas,” yang kali pertama muncul di sebuah media online sementara media situs berita lainnya belum memuatnya. Lalu lihatlah beberapa menit kemudian, jam tayang berita “panas” di media online yang ketinggalan itu. Seringkali yang tampak, waktu pemuatannya akan ditulis mendahului atau minimal sama dengan media online yang menayangkan lebih awal.

Kebohongan wartawan lainnya adalah apa yang oleh para wartawan sekarang disebut sebagai “kloning.” Itu adalah istilah untuk menyebut kelakuan wartawan yang saling tukar-menukar catatan liputan. Contohnya, wartawan A suatu waktu berhalangan hadir ke sebuah acara X karena sedang meliput peristiwa Y. Lalu ketika bertemu dengan wartawan B yang kebetulan meliput acara X, wartawan A meminjam catatan wartawan B untuk dijadikan laporan kepada redakturnya. Sebagai imbalannya, wartawan B juga meminjam catatan wartawan A untuk menulis acara Y.

Lalu simsalabim, dalam waktu relatif singkat kedua wartawan itu kemudian mendapatkan dua berita kendati salah satu acara atau peristiwa itu tidak pernah diliput oleh mereka. Hebatnya lagi ketika berita itu benar-benar dimuat, semuanya menggunakan nama atau kode dari nama masing-masing. Wartawan A menggunakan nama atau kode yang diberikan oleh media tempatnya bekerja, begitu juga wartawan B.

Jangan heran karena itu, jika berita sebuah media yang satu dengan media lainnya, selalu hampir seragam. Pilihan angle, lead, dan kutipan sumbernya, semuanya nyaris tidak ada perbedaan. Ini juga terjadi pada liputan berita televisi di daerah.

Satu Sumber
Para redaktur yang malas, celakanya juga tidak pernah mengecek apakah benar para wartawannya datang di sebuah acara atau peristiwa atau tidak. Sebagian redaktur itu mungkin malah tahu dan membiarkan hal-hal semacam itu dilakukan para reporternya, karena dulu mereka juga pernah melakukannya, ketika menjadi reporter.

Bentuk lain kebohongan wartawan adalah menulis berita berdasarkan keterangan satu sumber lalu ditulis seolah-olah merupakan hasil reportase si wartawan, tanpa menyebutkan sumber asal-usul reportasenya. Seorang penggiat PR yang pernah menangani kasus Adeline Lies, pengusaha yang telanjur dicap sebagai pembalak liar oleh polisi, pernah bercerita bagaimana sebuah media besar pernah melakukan hal-hal semacam itu.

Terlepas apakah Adeline benar sebagai pembalak atau bukan, wartawan yang menulis reportase lapangan tentang HPH Adeline, menurut penggiat PR itu sama sekali tidak pernah datang ke tempat kejadian perkara dan hanya menulis berdasarkan cerita yang dibuat oleh polisi. Benar, kata dia, si wartawan kemudian melakukan pengecekan ke sumber-sumber lain tapi “reportase” wartawan itu tidak berdasarkan fakta yang ditemui lapangan, termasuk nama tempat dan sebagainya.

Berita-berita yang hanya berdasarkan satu sumber dan tidak disertai pengecekan ke sumber-sumber lainnya, bisa pula dikategorikan sebagai kebohongan yang dibuat wartawan. Berita-berita itu biasanya adalah berita-berita kriminal yang hanya bersumber dari polisi.

Seorang maling motor yang ditembak (mati) misalnya, yang menurut polisi mencoba melarikan diri atau berusaha melawan, lalu ditulis hanya menurut keterangan polisi seperti itu tanpa benar-benar dicek ke sumber lain: apa benar si maling berusaha melarikan diri atau mecoba melawan petugas dan karena itu layak ditembak atau sebaliknya memang sengaja ditembak oleh polisi yang kalap— jelas telah mengelabui publik untuk tahu duduk perkara yang sebenarnya.

Bagaimana kalau ada saksi mata yang melihat kejadian itu dan ternyata si maling tidak melakukan apa-apa selain hanya ditembak oleh polisi? Atau katakanlah si maling benar mencoba melawan, lalu apakah polisi bisa dibenarkan misalnya langsung menembak (mati), atau benarkah polisi sudah memberikan tembakan peringatan sebelumnya dan bukan sebaliknya justru setelah si maling ditembak (mati)?

Kebohongan wartawan yang lain adalah ketika mencoba mengutip sumber dari media lain tapi tidak mencantumkan nama media yang dikutipnya. Sudah bukan rahasia lagi, banyak redaktur yang karena alasan tidak ada laporan dari reporter atau laporan reporter tidak lengkap, lalu dengan serta merta mengutip berita dari media online termasuk blog tanpa menyebutkan nama media yang dikutipnya. Dalih mereka, para pembaca tidak akan pernah tahu asal-usul berita itu dan dianggap akan percaya berita itu dilaporkan oleh reporternya, apalagi jika medianya adalah media yang sudah cukup punya nama besar.

Harus Dilawan
Ketika sebuah media menugaskan wartawannya untuk hanya mewawancarai sumber tertentu yang sesuai dengan kepentingan politik dan bisnis pemilik modal atau kepentingan para bos media, dan menafikan sumber lainnya, itu juga bertendensi membohongi publik. Berita-berita seperti itu biasanya terlihat pada berita-berita pendapat di media cetak. Publik kemudian hanya disuguhi dan digiring untuk percaya pada sebuah “fakta” yang berdasar dari sumber yang dipilih tanpa diberikan “fakta” lain yang mungkin berbeda dari sumber yang berseberangan pendapat.

Pertanyaannya sekarang mengapa wartawan berbohong? Jawaban pertama, karena sebagian besar di antara mereka hanya tahu dan bangga mengaku sebagai wartawan, tapi sama sekali tidak pernah membaca dan tidak pernah tahu, ada kode etik yang memagari profesi mereka. Aliansi Jurnalistik Indonesia atau AJI pernah menemukan fakta, 85 persen wartawan di Indonesia tidak pernah membaca dan memahami kode etik jurnalistik. Itu artinya sekitar 25 ribu dari 30 ribuan wartawan yang ada, tidak tahu bagaimana proses memperoleh dan menulis berita, juga bersikap sebagai wartawan profesional.

Kedua, karena media kini telah menjadi industri, mirip pabrik tahu. Persaingan ketat antarmedia terutama untuk menjaring iklan dan pembaca (pemirsa) telah menempatkan wartawan sebagai sekrup yang harus bekerja memenuhi target pemilik modal. Konsekuensinya banyak media bukan hanya memperkejakan orang yang tidak layak jadi wartawan tapi sekaligus mengajarkan para wartawannya untuk mengemis ke sumber berita dan menulis berita apa saja, termasuk jika berita itu adalah berita bohong.

Tentu masih banyak wartawan yang bekerja secara professional dan memiliki integritas. Namun apa yang ditulis oleh Farid Gaban di status Facebook-nya, mungkin layak jadi perenungan bagi mereka yang mengaku sebagai wartawan.

Kata Farid, jurnalisme terlalu penting untuk hanya diurus para wartawan saja. Publik perlu mempersenjatai diri dengan pengetahuan bagaimana industri media beroperasi, bagaimana wartawan bekerja, bagaimana kejahatan dan kebohongan media diproduksi. Farid karena itu menyerukan untuk melawan kediktatoran profesi wartawan, terutama tentu saja wartawan yang berbohong dengan beritanya.

DIarsipkan di bawah: Did You Know, Jurnalistik, opini | Ditandai: AJI, Azhari, Berita, bohong, heroin, Janet Cooke, Jawa Pos, Jurnalistik, Narkoba, teroris, The Washington Post, Wartawan

18 Modus Korupsi, Mungkin Anda Pernah Melakukannya

oleh: Anwariansyah



Korupsi dan koruptor adalah dua kata yang sering kita dengar akhir-akhir ini. Tidak ada koran, televisi atau bahkan di Wikimu sendiri yang sepi dalam jangka waktu lama dari berita atau pembahasan mengenai ketiga hal tersebut. Ini membuktikan kita semua membenci korupsi dan menginginkan korupsi dibabat habis dari bumi Indonesia tercinta ini.



Namun bagaimana kita bisa ikut memberantas korupsi kalau ternyata kita secara sadar atau tidak turut berperan melakukannya atau mungkin menikmati hasilnya ? Bagi kita yang bekerja sebagai pegawai negeri atau pegawai BUMN atau pun perusahaan swasta dan kebetulan berhubungan langsung dengan masalah uang dan keuangan serta proyek-proyek barangkali pernah menjumpai urusan-urusan yang bernuansa atau berbau korupsi.



Agar kita tidak terjebak mendukung atau ikut-ikutan menikmati hasil tindak pidana korupsi, baik di pemerintahan maupun swasta, berikut ini dikemukakan 18 modus korupsi yang diinventarisir oleh KPK (khusus bagian pemerintahan adalah dari KPK, untuk swasta adalah interprestasi penulis warta), yaitu :



1. Pemerintahan : Pengusaha menggunakan pejabat pusat untuk membujuk kepala daerah mengintervensi proses pengadaan barang/jasa dalam rangka memenangkan pengusaha tertentu dan meninggikan harga ataupun nilai kontrak.

Swasta : Manajer atau karyawan yang ditunjuk dalam proyek pengadaan barang / jasa di perusahaan mendekati rekanannya dan berjanji menggunakan jasa atau barangnya asal harga barang atau nilai kontrak ditinggikan untuk masuk kantong pribadi.



2. Pemerintahan : Pengusaha mempengaruhi kepala daerah untuk mengintervensi proses pengadaan barang/jasa agar rekanan tertentu dimenangkan dalam tender atau ditunjuk langsung dan harga barang dinaikkan (di-mark up).

Swasta : Manajer atau karyawan memenangkan rekanan tertentu dalam tender atau menunjuknya secara langsung dan harga barang/jasa dinaikkan (di-mark up) untuk masuk kantong sendiri.


3. Pemerintahan : Panitia pengadaan yang dibentuk Pemda membuat sepesifikasi barang yang mengarah pada merek produk atau spesifikasi tertentu untuk memenangkan rekanan tertentu, serta melakukan mark up harga barang dan nilai kontrak.

Swasta : Manajer atau karyawan membuat spesifkasi barang yang mengarah pada merek produk atau spesifikasi tertentu untuk memenangkan rekanan tertentu, dengan maksud mendapatkan keuntungan pribadi dengan melakukan mark up harga barang dan nilai kontrak.



4. Pemerintahan : Kepala daerah ataupun pejabat daerah memerintahkan bawahannya untuk mencairkan dan menggunakan dana/anggaran yang tidak sesuai dengan peruntukannya kemudian membuat laporan pertangungjawaban fiktif.

Swasta : Manajer atau karyawan menggunakan dana/anggaran dari pos yang tidak sesuai dengan peruntukannya, lalu membuat laporan fiktif.



5. Pemerintahan : Kepala daerah memerintahkan bawahannya menggunakan dana untuk kepentingan pribadi si pejabat yang bersangkutan atau kelompok tertentu kemudian membuat pertanggungjawaban fiktif.

Swasta : Manajer atau karyawan menggunakan dana perusahaan untuk kepentingan pribadi dengan membuat pertanggungjawaban fiktif.



6. Pemerintahan : Kepala daerah menerbitkan Perda sebagai dasar pemberian upah pungut atau honor dengan menggunakan dasar peraturan perundangan yang lebih tinggi, namun sudah tidak berlaku lagi.

Swasta : -



7. Pemerintahan : Pengusaha, pejabat eksekutif dan DPRD membuat kesepakatan melakukan ruislag (tukar guling) atas aset Pemda dan menurunkan (mark down) harga aset Pemda, serta meninggikan harga aset milik pengusaha.

Swasta : Manajer atau karyawan menjual aset perusahaan dengan laporan barang rusak atau sudah tidak berfungsi lagi.



8. Pemerintahan : Kepala daerah meminta uang jasa dibayar di muka kepada pemenang tender sebelum melaksanakan proyek.

Swasta : Manajer atau karyawan meminta uang jasa dibayar di muka kepada rekanan sebelum melaksanakan proyek.



9. Pemerintahan : Kepala daerah menerima sejumlah uang dari rekanan dengan menjanjikan akan diberikan proyek pengadaan.

Swasta : Manajer atau karyawan menerima sejumlah uang atau barang dari rekanan dengan menjanjikan akan diberikan proyek pengadaan.



10. Pemerintahan : Kepala daerah membuka rekening atas nama Kas Daerah dengan specimen pribadi (bukan pejabat atau bendahara yang ditunjuk). Maksudnya, untuk mempermudah pencairan dana tanpa melalui prosedur.

Swasta : Manajer atau kepala bagian membuka rekening atas nama perusahaan dengan specimen pribadi untuk mempermudah pencairan dana tanpa melalui prosedur.



11. Pemerintahan : Kepala daerah meminta atau menerima jasa giro/tabungan dana pemerintah yang ditempatkan di bank.

Swasta : Manajer atau bagian keuangan meminta atau menerima jasa giro/tabungan dana perusahaan yang ditempatkan di bank atau menempatkan dana perusahaan di bank atau pasar modal atas nama pribadi.



12. Pemerintahan : Kepala daerah memberikan izin pengelolaan sumber daya alam kepada perusahaan yang tidak memiliki kemampuan teknis dan finansial untuk kepentingan pribadi atau kelompoknya.

Swasta : Manajer atau kepala bagian atau karyawan menyewakan atau mengswakelola aset perusahaan dan hasilnya masuk ke kantong sendiri.



13. Pemerintahan : Kepala daerah menerima uang/barang yang berhubungan dengan proses perijinan yang dikeluarkannya.

Swasta : Manajer atau karyawan menerima uang/barang sehubungan dengan tugas dan pekerjaannya dari pihak ketiga yang diuntungkan olehnya.



14. Pemerintahan : Kepala daerah, keluarga ataupun kelompoknya membeli lebih dulu barang dengan harga murah untuk kemudian dijual kembali ke Pemda dengan harga yang sudah di-mark up.


Swasta : Manajer atau karyawan membeli barang dengan harga murah untuk kemudian dijual kembali kepada perusahaan dengan harga yang di-mark up.



15. Pemerintahan : Kepala daerah meminta bawahannya untuk mencicilkan barang pribadinya menggunakan anggaran daerah.


Swasta : Manajer atau karyawan mencicil harga barang pribadinya dengan menggunakan uang kantor.



16. Pemerintahan : Kepala daerah memberikan dana kepada pejabat tertentu dengan beban pada anggaran dengan alasan pengurusasn DAK (Dana Alokasi Khusus) atau DAU (Dana Alokasi Umum).


Swasta : -



17. Pemerintahan : Kepala daerah memberikan dana kepada DPRD dalam proses penyusunan APBD.



Swasta : -



18. Pemerintahan : Kepala daerah mengeluarkan dana untuk perkara pribadi dengan beban anggaran daerah.

Swasta : Manajer atau karyawan menggunakan dana untuk keperluan pribadi dengan beban perusahaan.



Demikianlah 18 modus tindak pidana korupsi yang dikemukakan oleh Ketua KPK. Semoga setelah kita mengetahui modus-modus korupsi yang kemungkinan bisa terjadi di sekitar tempat kita bekerja, kita bisa menghindarinya. Yang penting adanya kemauan dan niat yang kuat dari kita untuk menghapuskan budaya korupsi di negara Indonesia. Amin.


Sumber : Media

100 Tokoh Paling Berpangaruh Dalam Sejarah Dunia

1. Muhammad --- pendiri Islam, penguasa Arabia
2. Isaac Newton --- fisikawan, pencetus teori gravitasi umum, hukum gerak
3. Yesus --- pembawa agama Kristen
4. Siddhartha Gautama (Buddha) --- pendiri agama Buddha
5. Kong Hu Cu --- pendiri agama Kong Hu Cu
6. Santo Paulus --- penyebar agama Kristen
7. Ts'ai Lun --- penemu kertas
8. Johann Gutenberg --- mengembangkan mesin cetak, mencetak Alkitab
9. Christopher Columbus --- penjelajah, memimpin orang-orang Eropa ke Amerika
10. Albert Einstein --- fisikawan, penemu Teori Relativitas
11. Louis Pasteur --- ilmuwan, penemu pasteurisasi
12. Galileo Galilei --- astronom, secara akurat mengemukakan Teori Heliosentris
13. Aristoteles --- filsuf Yunani yang berpengaruh
14. Euklides --- matematikawan, membuktikan tentang geometri
15. Nabi Musa --- nabi terbesar Yahudi
16. Charles Robert Darwin --- biolog, mendeskripsikan Teori Evolusi
17. Kaisar Qin Shi Huang --- Kaisar Tiongkok
18. Augustus Caesar (Kaisar Agustus) --- kaisar pertama Romawi
19. Nicolaus Copernicus --- astronom, salah satu tokoh Teori Heliosentris
20. Antoine Laurent Lavoisier --- bapak kimia modern, filsuf, ekonom
21. Konstantin yang Agung --- Kaisar Romawi yang menjadikan agama Kristen sebagai agama resmi negara
22. James Watt --- mengembangkan mesin uap
23. Michael Faraday --- fisikawan, kimiawan, menemukan induksi elektromagnetik
24. James Clerk Maxwell --- fisikawan, penemu spektrum elektromagnetik
25. Martin Luther --- pendiri agama Protestan dan aliran Lutheran
26. George Washington --- presiden pertama Amerika Serikat
27. Karl Heinrich Marx --- bapak komunisme
28. Orville Wright dan Wilbur Wright --- penemu pesawat terbang
29. Jengis Khan --- penakluk dari bangsa Mongol
30. Adam Smith --- ekonom, pelopor kapitalisme
31. Edward de Vere, 17th Earl of Oxford --- kemungkinan menulis karya yang berkaitan dengan William Shakespeare
32. John Dalton --- kimiawan, fisikawan, penemu teori atom, hukum tekanan parsial (Hukum Dalton)
33. Alexander yang Agung / Iskandar Zulkarnain --- penakluk dari Makedonia
34. Kaisar Napoleon Bonaparte --- penakluk dari bangsa Perancis
35. Thomas Alva Edison --- penemu bola lampu dan fonograf, dll.
36. Antony van Leeuwenhoek --- ahli mikroskop, mempelajari kehidupan mikroskopis
37. William Thomas Green Morton --- pelopor anestesiologi
38. Guglielmo Marconi --- penemu radio
39. Adolf Hitler --- penakluk, memimpin Blok Poros dalam Perang Dunia II
40. Plato --- filsuf Yunani
41. Oliver Cromwell --- politikus Inggris dan pemimpin militer
42. Alexander Graham Bell --- salah seorang penemu telepon
43. Alexander Fleming --- penemu penisilin, memajukan bakteriologi, imunologi dan kemoterapi
44. John Locke --- filsuf dan teolog liberal
45. Ludwig van Beethoven --- komponis musik klasik
46. Werner Karl Heisenberg --- pencetus Prinsip Ketidakpastian
47. Louis-Jacques-Mandé Daguerre --- penemu/pelopor fotografi
48. Simon Bolivar --- pahlawan nasional dari Venezuela, Kolombia, Ekuador, Peru, dan Bolivia
49. René Descartes --- filsuf rasionalis dan matematikawan
50. Michelangelo Buonarroti --- pelukis, pematung, arsitek
51. Paus Urbanus II --- penyeru Perang Salib
52. Umar bin al-Khattab --- Khalifah Ar-Rasyidin kedua, memperluas Daulah Khilafah Islamiyah
53. Asoka --- raja India yang masuk dan mengembangkan agama Buddha
54. Santo Augustinus --- teolog Kristen awal
55. William Harvey --- penemu sirkulasi darah
56. Ernest Rutherford, 1st Baron Rutherford of Nelson --- fisikawan
57. Yohanes Calvin --- tokoh Reformasi Gereja, pendiri Calvinisme
58. Gregor Johann Mendel --- penemu teori genetika
59. Max Karl Ernst Ludwig Planck --- fisikawan, mengemukakan termodinamika
60. Joseph Lister, 1st Baron Lister --- pelaku penemuan antiseptik yang secara besar mengurangi kematian akibat pembedahan
61. Nikolaus August Otto --- penemu mesin pembakaran 4 tak
62. Francisco Pizarro --- penakluk bangsa Spanyol yang menaklukkan Kerajaan Inka di Amerika Selatan
63. Hernando Cortes --- penakluk bangsa Spanyol yang menaklukkan Meksiko
64. Thomas Jefferson --- presiden ketiga AS
65. Ratu Isabella I --- penguasa Spanyol, penyokong Cristopher Colombus
66. Joseph Stalin --- tokoh revolusioner dan penguasa Uni Soviet
67. Julius Caesar --- penguasa Roma
68. Raja William I sang Penakluk --- meletakkan pembangunan Inggris modern
69. Sigmund Freud --- pendiri sekolah Freud untuk psikologi, ahli psikoanalisis
70. Edward Jenner --- penemu vaksin cacar
71. Wilhelm Conrad Roentgen --- penemu sinar X
72. Johann Sebastian Bach --- komponis
73. Lao Tzu --- pendiri Taoisme
74. Voltaire --- penulis dan filsuf
75. Johannes Kepler --- astronom penemu Hukum Kepler tentang pergerakan planet
76. Enrico Fermi --- salah satu tokoh abad atom, bapak bom atom
77. Leonhard Euler --- fisikawan, matematikawan penemu kalkulus diferensial dan integral serta al-Jabar
78. Jean-Jacques Rousseau --- filsuf dan pengarang Prancis
79. Niccolò Machiavelli --- penulis Sang Pangeran (risalat politik yang berpengaruh)
80. Thomas Robert Malthus --- ekonom penulis Esai Prinsip Populasi dalam Pengaruhnya pada Kemajuan Masa Depan pada Masyarakat
81. John Fitzgerald Kennedy --- presiden AS yang mendirikan "Program Luar Angkasa Apollo"
82. Gregory Goodwin Pincus --- endokrinolog, menemukan pil KB
83. Mani --- Nabi Iran abad ke-3, pendiri Manicheanisme
84. Lenin --- tokoh revolusioner dan pemimpin Rusia
85. Kaisar Sui Wen --- menyatukan Tiongkok, pendiri dinasti Sui
86. Vasco da Gama --- navigator, penemu rute pelayaran Eropa ke India
87. Raja Cyrus (Koresy) yang Agung --- pendiri kekaisaran Persia
88. Tsar Peter yang Agung --- mendekatkan Rusia kepada Eropa
89. Mao Zedong --- bapak Maoisme, komunisme Tiongkok
90. Sir Francis Bacon --- filsuf, menggambarkan secara induktif metode ilmiah
91. Henry Ford --- pembuat mobil model T
92. Meng Tse --- filsuf, pendiri sekolah Konfusianisme
93. Zarathustra --- pendiri Zoroastrianisme
94. Ratu Elizabeth I --- ratu Inggris, memperbaiki Gereja Inggris setelah Ratu Mary
95. Mikhail Sergeyevich Gorbachev --- Perdana Menteri Rusia yang mengakhiri Komunisme di Uni Soviet dan Eropa Timur
96. Raja Menes --- menyatukan Mesir Atas dan Mesir Bawah
97. Kaisar Charlemagne --- Kaisar Romawi Suci
98. Homer --- penyair epik
99. Kaisar Justinianus I --- kaisar Romawi, menaklukkan kembali kekaisaran Mediterania
100. Mahavira --- pendiri Jainisme

Tuhan, Malaikat dan Wartawan

SEMUA orang mempunyai pengetahuan tentang hidup.Tapi yang paling tahu hanya tiga, yakni Tuhan, malaikat dan wartawan. Tuhan dan malaikat, mau apa saja biarkan.Tapi
para wartawan, sesekali bolehlah kita perbincangkan. Supaya imbang. Jangan mereka
saja yang tiap hari mempergunjingkan dan menggosipkan orang.

Tetapi perbincangan kita tentang wartawan akan saya bikin sedemikian rupa sehingga timbul kesan bahwa wartawan itu baik, jujur dan pekerja keras. Soalnya Saya sendiri seorang wartawan. Kalau ditengah perbincangan nanti ada perkembangan yang bisa merugikan wartawan, tentu akan saya coba belokkan, atau bahkan saya stop sama sekali. Hanya orang tolol yang memamerkan boroknya sendiri. Hanya manusia dungu yang membuka-buka auratnya di depan orang lain.
Tuhan mengetahui apa saja, malaikat mencatat segala peristiwa, dan wartawan bukan
hanya sekedar tahu ada peristiwa pengguntingan pita. Wartawan bukan hanya sekedar mengerti teknik wawancara yang terencana. Lebih dari itu, wartawan tahu persis jumlah korupsi seorang pejabat.Wartawan tahu tanah yang dikosongkan penduduk itu akan dikapling untuk proyek apa.Wartawan tahu berapa korban yang sebenarnya dalam sebuah letusan peristiwa.Wartawan tahu skneario-skenario apa saja yang disembunyikan dari mata masyarakat.Wartawan tahu berapa lama lagi akan terjadi devaluasi atau kapan persisnya seorang raja akan turun takhta.Dan yang terpenting dari semua itu, wartawan tahu secara mendetail setiap pori tubuh bintang-bintang film tertentu-saya ulangi, bintang-bintang film tertentu-dalam keadaan sangat jujur dan penuh keterbukaan. Foto-foto tubuh yang inocent, tanpa tedeng aling-aling. Baik yang diambil di lokasi alam, di ranjang kamar, diatas wastafel, atau sedang bercengkerama dengan kuda.
Saya buka rahasia yang sebenarnya bukan rahasia ini dengan maksud agar para bintang film lain yang serius berpikir untuk membersihkan citra korps bintang film dari ideologi buka aurat yang makin merajalela. Kalau kelak tak ada lagi wanita yang bersedia difoto dengan pose penuh kejujuran tubuh, terus terang mata pencarian
saya akan jauh berkurang.Tidak apa-apa.Demi masyarakat kita yang beradab, saya rela berkorban. Jer basuki mawabea.Toh saya sudah punya banyak koleksi foto-foto jujur.
Dan lagi aslinya saya bukanlah wartawan porno.
Saya ini wartawan politik. Dulunya, waktu belajar, saya ini wartawan kesenian.Itu paling gampang.Kemudian saya beralih menjadi wartawan bidang kriminal dan hukum.Ada tahun-tahun saya mengkhususkan diri sebagai wartawan KB dan kelompencapir,
namun kemudian saya memilih jadi wartawan politik saja.
Kenapa? Karena dunia politik selalu amat penuh kesopanan dan tata krama. Sangat menyenangkan. Sopa, artinya politik selalu berpakaian rapih, pakai parfum, dan
segala macam kosmetik. Kalau mulut bau karena jarang sikatan bisa pakai alat tertentu sehingga mulut jadi harum. Kalau tubuh berpanu atau berkadas, bisa dilulur sedemikian rupa sehingga kulit menjadi semulus kulit Meryl Streep atau Ida
Iasha. Pokoknya segala cacat bisa ditutupi. Bau mulut politik, bibir politik, telah ditampilkan dengan berbagai macam parfum dan kosmetika politik sehingga lebih indah dari warna aslinya.
Kalau pada suatu hari ada bisul yang meletus, wartawan akan diberi tugas-lewat telepon-untuk menutupi bisul itu dengan block tinta hitam.Kalau tidak, saya akan
kehilangan eksistensi sebagai wartawan, dan sekian ribu karyawan perusahaan kami juga kehilangan kekaryawanannya. Dan anehnya, kalau kita kehilangan pekerjaan, asap dapu kita jadi terancam.Mbok ya ya kalau tidak kerja itu tetap punya duit gitu loch.Ternyata saya ini pada hakikatnya memang kurang sanggup menghargai kesopanan.Oleh semua itu saya tidak kerasan. Saya ingin menjelalajahi dunia yang penuh dengan kejujuran, keterbukaan tanpa tabir, tanpa tedeng aling-aling. Dan itu saya jumpai dalam dunia glamor sebagai artis-artis. Sebagian lho…sebagaian. Dunia dimana kain menjadi sangat mahal, sehingga ada bintang yang hanya mampu membeli celana dalam
dan bra atau bahkan ada yang tidak bisa membeli apa-apa sama sekali.
Memang di negeri yang ber-KeTuhanan Yang Maha Esa ini kita tak mungkin menerbitkan majalah macam Penthouse atau Playboy. Tapi dalang tak pernah kekurangan lakon. Kita tahu bagaimana mem-playboy- kan media massa dengan cara yang lebih canggih. Cover tak usah telanjang betul, asal merangsang, langsung kita bikin judul yang mlayboy: Bukan panjang pendeknya tapi teknik mainnya. ” Ternyata, masyarakat umum juga amat mendambakan keterbukaan. Masyarakat benci kemunafikan. Maka media massa yang penuh rahasia-rahasia, laku keras. Ditambah dengan maki bodohnya masyarakat modern, buku dan majalah pun harus mengajari mereka bagaimana cara bersenggama yang baik, bagaimana caranya supaya tidak kecelakaan, bagaimana
melakukan penyelewengan secara canggih dan terjaga efek-efeknya, atau memberi keyakinan kepada pemuda-pemudi bahwa keperawanan bukanlah sesuatu yang mutlak.Dalam
hal ini saya telah mewawancarai sejumlah dokter, psikiater, pedagog, pastor dan Kiai.Orang bahkan penasaran terhadap suatu teori yang menyarankan agar lelaki jangan tergantun pada orgasme. Seorang pakar memberi contoh ada seorang nabi yang sanggup melakukan dua belas kali persenggamaan secara runtut tanpa mengalami orgasme.
Teori ini mengatakan bahwa lelaki harus menang melawan kebutuhan orgasme.lelaki bisa lebih besar dibandingkan dengan orgasme.
Akan tetapi di hari-hari terakhir ini saya di bikin pusing oleh sesuatu hal. liputan-liputan gaya play boy melayu sudah hampir mencapai titik jenuh pasar.Maka pemimpin redaksi saya memberi instruksi agar saya melakukan wawancara langsung dengan mahluk yang bernama seks.Ya, seks itu sendiri.Bukan seorang lelaki bukan seorang wanita.
Kalau mewawancarai presiden atau gubernur, jelas birokrasinya. tapi mewawancarai
seks? Dimana gerangan seks berada? Sudah tiga bulan terus menerus saya melacaknya. Saya sudah capek, sehingga tinggal sisa tenaga sedikit saja untuk melaporkan kepada Anda. Seks itu mahluk ciptaan Tuhan. Sudah pasti.tapi apakah untuk mengetahui seks, saya mesti mempelajari filsafat seks atau seks filosofi? Saya tidak mau dibikin puyeng oleh agama seks atau seks yang religius.Tapi kata para wali dulu, seks
itu memang religius, karena merupakan sendi utama regenerasi sejarah, merupakan
manifestasi dari kerinduan Tuhan itu sendiri.Tuhan menciptakan manusia agar
dipandang, didekati dan dicintai oleh manusia ciptaan-Nya. Seks yang tidak religius hanya terjadi pada manusia yang melakukan seks hanya demi dan untuk kepuasan hewaninya belaka.
Itu betul semua. Tapi mana ada koran bisa laku kalau isinya filsafat dan agama? tidak. Saya tak bakalan mewawancarai seorang filsuf atau pakar agama.Saya, dalam rangka melacak seks, langsung saja berangkat ke lokasi pelacuran. Bursa seks.
Namun, ketika saya tanya tentang seks, pelacur itu menjawab, Wah, saya tidak tahu Mas. Disini saya mencari makan. “Dan para lelaki hidung belang itupun menjawab secara kurang memuaskan.”saya memang mencarinya terus dengan jalan bersenggama disini hampir tiap hari.Tapi yang saya jumpai hanya orgasme. Hanya ekstase.Kalau saya ketemu sama seks, untuk apa saya terus-terusan ke pelacur begini??
Kemudian di losmen-losmen penyelewengan alias wisma skandal, dimana mahasiswa-mahasiswi atau pegawai pria dan wanita berseragam suka menyewa kamar satu dua
jam, saya juga memperoleh jawaban yang mengecewakan, “Gini loh, Mas.Kalau Saya sedang sendiri, saya begitu tergoda oleh seks.Tapi kalau sudah berdua di kamar, paling jauh yang saya jumpai adalah diri kami kami sendiri yang berubah
menjelma menjadi kuda atau kera yang bergumul telanjang. Selebihnya, rasa dosa yang kami simpan diam-diam.
Akhirnya, saya pulang dengan putus asa. Saya katakan kepada pemred saya, “Pak, jawaban mereka sangat lucu. Mereka bersenggama, tapi mengaku tak tahu seks.Lha
apa beda antara bersenggama dengan seks?” “Lho sangat berbeda,” kata pemred
saya,”Persenggamaan
itu sekedar alat, atau cara, atau tarekat, untuk mencari
dan menemukan seks.Seks itu suci. Seks itu tinggi derajatnya.Dan derajat kesucian seks tidak mungkin kamu jumpai di kopel-kopel pelacuran, di losmen penyelewengan
atau wisma skandal, juga tidak di kamar-kamar kost kumpul kebo.”
“Ruwet,Pak! kata saya “Karena kamu sukanya bersenggama, tapi salah
paham terhadaps seks. Kamu menyamakan persenggamaan dengan seks seperti menyamakan sembahyang dengan Tuhan, atau perkawinan dengan kebahagian, atau nasi dengan rasa
kenyang. Kalau kamu sudah tiba di kebahagiaan, perkawinan tak dibutuhkan. Kalau
kamu sudah tinggal di Tuhan, kendaraan sembahyang tak diperlukan. Kalau kamu sudah bersemayam di dalam seks, persenggamaan tak dibutuhkan.
“Kalau begitu,” kata saya jengkel, “biarlah saya tak pernah tiba pada seks…!”

Cinta kepada harta artinya baqhil,
cinta kepada perempuan artinya alami,
cinta kepada diri artinya bijaksana,
cinta kepada mati artinya hidup
dan cinta kepada Tuhan artinya Taqwa.

Oleh: Emha Ainun Nadjib